1 Kor 10:13; Mazmur 31:25
Ketegaran seharusnya menjadi milik semua orang, karena semua orang sama-sama hidup di dalam dunia yang diwarnai dengan ujian hidup. Tidak seorang pun di dunia ini yang tidak mengalami ujian hidup, hanya beratnya ujian yang dihadapi tiap-tiap orang itu relatif. Artinya, selama kita masih hidup di dunia ini, ujian hidup tidak akan pernah berhenti karena memang selama hiduplah keteguhan mental dan iman kita akan diuji. Dan hidup orang yang terbukti tegar di dalam menjalani masa ujian yang sukar, akan menjadi inspirasi yang menguatkan hati orang lain.
Elizabeth Murray adalah wanita yang tegar. Elizabeth lahir pada 23 September 1980, dari pasangan pecandu obat-obatan yang terinfeksi AIDS. Elizabeth menjadi tunawisma sejak ia berusia 15 tahun, ketika ibunya meninggal karena AIDS dan ayahnya pindah ke penampungan tunawisma. Walaupun masuk SMA pada umur yang agak terlambat tetapi ia berhasil melewatinya, sementara ia tidak memiliki rumah tinggal yang tetap dan harus menghidupi diri sendiri beserta adiknya. Elizabeth berhasil lulus dalam kurun waktu 2 tahun, kemudia mendapat beasiswa di Harvard. Tahun 2003, ia terpaksa keluar dari Harvard untuk mengurus ayahnya, yang kondisi kessehatannya semakin parah. Gadis mandiri ini kemudian meneruskan kuliahnya di Columbia University agar bisa dekat dengan sang ayah, yang akhirnya meninggal pada tahun 2006 karena AIDS. Mei 2008, ia kembali ke Harvard untuk melanjutkan kuliah dan menargetkan untuk lulus pada tahun 2009. Elizabeth akhirnya menjadi pembicara profesional yang mewakili Washington Speakers Bureau, yang memberi inspirasi kepada remaja tunawisma, yang mengalami ujian hidup berat seperti dirinya.
Lain lagi dengan Ben Underwood, bocah luar biasa yang suka bermain skateboard, sepeda, sepakbola, serta basket. Anak laki-laki ini melakukan apa yang dilakukan anak berusia 14 tahun pada umumnya, padahal secara fisik dia buta. Ben menjadi buta ketika ia berusia 2 tahun, dimana kedua matanya diangkat dalam sebuah operasi karena ia menderita kanker retina. Orang banyak selalu bertanya, bagaimana ia bisa melakukan semua aktivitasnya secara normal. Jawabannya adalah: ia terlatih menggunakan teknik sonar seperti kelelawar, lumba-lumba, dan beberapa burung. Ben terbiasa membuat suara mendecak dengan lidahnya, dan suara itu akan memantul kembali. Pantulan ini membantu Ben untuk membuat gambaran di otaknya, yaitu gambaran tentang lingkungan di sekitarnya. Ben dapat membedakan" fire hydrant" dan tempat
sampah, atau mengenali suatu tempat; apabila ia dibawa ke rumah yang belum pernah dikunjungi maka ia akan segera tahu letak tangga dan dapurnya.
Dalam kelemahan fisik yang diderita seseorang, Tuhan menyediakan keistimewaan yang akan memampukannya untuk tegar, yang menginspirasi orang lain. Jika orang yang cacat fisik bisa tegar, mengapa kita yang sempurna secara jasmani cepat putus asa?
*dikutip dari Mana Sorgawi
shared by Christ & Sylvia