Kamis, 31 Maret 2011

kamis 31 Maret 2011: membeli kebenaran

Membeli Kebenaran (Matius 13:43-46)


Dalam salah satu amsalnya, Salomo mendorong kita untuk “membeli kebenaran dan tidak menjualnya” (Amsal 23:23). Apakah artinya ini? Tentu kita tidak dapat membeli kebenaran Allah dengan uang. Kita hanya dapat menerima kebenaran itu sebagai anugerah yang cuma-cuma dari Allah. Ketika kita menyambut kebenaran Allah, maka kita menjauhi kefasikan. Dalam hal ini, tentu kita perlu gigih dan memberi pengorbanan. Dalam amsal lain, Salomo menggambarkan pencarian hikmat seperti pencarian harta karun—ada usaha yang sungguh-sungguh (2:4). Dalam perumpamaan yang Yesus ceritakan, orang sampai rela menjual seluruh miliknya untuk mendapatkan mutiara yang sangat berharga (Matius 13:46).

Kita ditantang untuk ”membeli kebenaran”, semahal apa pun harga yang harus kita bayar. Ketika kita mengembangkan disiplin pribadi untuk menyimak firman Tuhan dengan berwaktu teduh, kita sedang ”membeli kebenaran”. Ketika kita menolak untuk mengambil jalan pintas kecurangan dan memilih untuk menempuh jalur yang—walaupun berat, sesuai dengan prinsip firman Tuhan, kita juga sedang ”membeli kebenaran”.

Menjual kebenaran, sebaliknya, berarti meremehkan bahkan mengkhianati kebenaran. Ketika kita membaca atau mendengarkan firman Tuhan, tetapi kemudian mengabaikan dan tidak menerapkannya, kita sedang ”menjual kebenaran”. Ketika kita mengompromikan integritas karena tergoda iming-iming kenaikan jabatan, kita juga sedang ”menjual kebenaran”.

Hari ini, baiklah kita meminta anugerah Allah, agar dimampukan untuk membeli kebenaran, dan tidak menjualnya.

PENGORBANAN ANDA UNTUK MENDAPATKAN KEBENARAN

MENUNJUKKAN SEBERAPA BESAR NILAI KEBENARAN BAGI ANDA


sumber: Arie Saptaji

- Christ & Sylvia

Rabu, 30 Maret 2011

Rabu 30 maret 2011: Benih kepercayaan

Benih Kepercayaan(Kisah Para Rasul 9:26-31)




Pada pemakaman Kathryn Lawes, istri mantan sipir penjara di New York, para narapidana beramai-ramai melayat. Sejenak mereka menghirup udara bebas. Seusai upacara, tak satu pun dari mereka berusaha kabur. Dengan patuh, semua kembali ke sel masing-masing. Apa rahasianya? Semasa hidup, Nyonya Lawes membiarkan anak-anaknya bermain dengan para narapidana itu. Ia percaya mereka akan berlaku baik kepada anak-anaknya. Kesan dipercayai, itu yang membekas di hati para narapidana. Maka, mereka tak mau menodai kepercayaan yang diberikan waktu diizinkan keluar untuk melayat orang yang telah memercayai mereka.

Sejumput benih kepercayaan ditanam, hasilnya tak mengecewakan. Semua orang butuh dipercayai. Besar kemungkinan kebaikan dalam dirinya tumbuh jika ia dipercayai. Kita kagum akan sosok Paulus, penginjil terbesar sepanjang zaman. Namun, jangan lupa bahwa pada awal ia menjadi penginjil, Barnabas memiliki peran penting. Peran apa? Ia percaya kepada Saulus, sementara murid yang lain tidak. Ia mau menerimanya, sementara yang lain takut, mengingat sepak terjangnya di masa silam. Berbekal kepercayaan Barnabas, Saulus giat meyakinkan orang akan pertobatannya dan terus bersaksi bagi Yesus. Hingga kini kita mengenalnya sebagai Rasul Paulus.

Semua hubungan baik berlandasan kepercayaan. Suasana kerja yang baik dibangun di atas kepercayaan. Prestasi bertumbuh karena ada kepercayaan. Pelayanan yang berbuah memerlukan sikap saling percaya. Sudahkah kita menanam benih percaya-memercayai dalam berkeluarga, berteman, bekerja sama, bergereja, bermasyarakat? Jika kita ingin dipercayai, begitu pun orang lain.

ORANG YANG DIPERCAYAI DENGAN CARA YANG BENAR

AKAN MENJADI ORANG YANG DAPAT DIPERCAYA—Abraham Lincoln


sumber: renunganharian.net - Pipi Agus Dhali

- Christ & Sylvia

Selasa, 29 Maret 2011

Selasa 29 maret 2011: Bersukacitalah selalu

Bersukacita Selalu ( Filipi 4:1-7 )





Seseorang diberi dua kotak oleh Tuhan, berwarna hitam dan emas. Ke dalam kotak hitam, Tuhan memintanya memasukkan segala kesedihan dan masalahnya. Sedangkan segala sukacita dan pengalaman menyenangkan dimasukkan ke kotak emas. Setelah sekian waktu, ia heran. Kotak emasnya bertambah berat, sementara kotak hitamnya tetap saja ringan. Penasaran, orang itu membuka kotak hitamnya. Ternyata, ada lubang di dasar kotak itu hingga setiap hal yang ia masukkan, tak tersimpan. Ketika ia menanyakannya kepada Tuhan, Dia menjawab, ”Agar kau selalu menghitung berkatmu, dan melupakan segala kepedihanmu.”

Hati dan perasaan kita bisa diguncang oleh berbagai emosi dalam hari-hari yang kita jalani; susah, cemas, takut, sebab banyak perkara menimpa kita secara pribadi. Akan tetapi, firman Tuhan meminta kita senantiasa bersukacita. Bagaimana bisa? Kuncinya: bersukacita di dalam Tuhan (ayat 4). Apa yang kita rasakan mungkin tidak selalu hal yang mendatangkan sukacita, tetapi Tuhan meminta kita dapat memilih sikap untuk tetap bersukacita, dengan menghitung berkat yang kita terima. Dia telah memberi kita begitu banyak kemurahan—tidak saja untuk hidup di dunia, tetapi juga sampai kekekalan.

Paulus juga mengatakan bahwa kita dapat meraih sukacita dalam Tuhan dengan berbuat kebaikan (ayat 5), sebab dengan memberkati, maka kita sadar bahwa kita punya berkat lebih. Pula dengan tidak khawatir, sebab semua yang kita perlu pun, boleh kita mintakan kepada Bapa (ayat 6). Maka, damai sejahtera yang melampaui akal—yang melampaui segala emosi yang bisa menyerang, akan memampukan kita untuk tetap bersukacita (ayat 7).

TUHAN MEMAMPUKAN KITA MENANG ATAS KESUSAHAN

MELALUI PENYERTAAN-NYA YANG TIADA BERKESUDAHAN


sumber: renunganharian.net - Agustina Wijayani

- Christ & Sylvia

Senin, 28 Maret 2011

Senin 28 Maret 2011: Takut Berharap Lebih

Takut Berharap Lebih (Yohanes 20:11-18)


Setelah dikhianati suaminya, seorang istri berkata: ”Sekarang saya tidak lagi berharap banyak kepadanya. Tidak berharap diperhatikan; diberi hadiah ulang tahun; ditelepon jika ia dinas di luar kota. Saya sudah banyak dikecewakan. Jadi, saya tidak lagi mau menggantungkan harapan kepadanya.” Ketakutan dikecewakan lagi telah membuat sang istri menurunkan harapannya pada sang suami. Ia takut berharap lebih.

Ketika Maria datang ke kubur Yesus pada pagi Paskah, ia pun tidak berani berharap banyak. Maria datang sekadar hendak merawat jenazah Yesus. Tidak lebih dari itu! Ia tidak berharap akan menjumpai Yesus yang sudah bangkit, karena baginya harapan itu tidak realistis. Terlalu muluk. Bisa kecewa jika nanti hal itu tidak terjadi. Maka, saat ditanya, ”Siapa yang engkau cari?” Maria menjawab bahwa ia ingin mencari mayat Yesus yang diambil orang. Ia masih belum menyadari dengan siapa ia sedang bercakap-cakap. Setelah disapa dengan namanya, barulah Maria tersadar: Yesus hidup. Yesus berdiri di hadapannya! Dari situ ia belajar: Yesus bisa memberi jauh melebihi apa yang ia harapkan.

Berharap banyak pada manusia memang bisa mengecewakan, seperti pengalaman seorang istri tadi. Manusia tidak bisa kita andalkan. Akan tetapi, Allah berbeda. Paulus berkata, kuasa-Nya ”hebat” bagi kita. Jadi, taruhlah seluruh harapan masa depan Anda kepada-Nya: mulai dari studi, pekerjaan, jodoh, keluarga, sampai pemeliharaan Allah di masa tua. Walau tak semua kemauan kita Tuhan turuti, tetapi yang kita butuhkan pasti Dia beri. Jangan takut berharap lebih!

HARAPAN ITU IBARAT SAUH

AGAR BIDUKMU TAK TEROMBANG-AMBING, TANCAPKAN DENGAN TEGUH


sumber: renunganharian.net - Juswantori Ichwan

- Christ & Sylvia

Minggu, 27 Maret 2011

Renungan mingguan Air Kehidupan

Renungan dari homili misa kudus Gereja Katolik Santo Petrus - Bandung

Air Kehidupan (Yoh 4:5-42)

Dalam kehidupan nyata ini, kerap kali manusia melakukan kesalahan. Baik itu tidak disengaja maupun yang disengaja. Dan seringnya manusia berusaha menutupi kesalahan yang telah mereka perbuat dengan "topeng". Jika ada sesama menegur, bukanlah hal yang jarang malahan kita yang balik marah, mati-matian membela diri dan membenarkan diri. Terus menerus menggunakan topeng bukannya meninggalkan dan memperbaiki kesalahan kita.

Dalam cerita di atas, wanita yang ditemui Yesus juga melakukan kesalahan. Wanita itu banyak berhubungan dengan lelaki yang bukan suaminya. Yesus mengetahui hal itu, dan wanita itu berkata benar mengenai dirinya. Dia mengakui kesalahan yang diperbuatnya, mau merendahkan hati dan tidak membela atau membenarkan dirinya di hadapan Tuhan Yesus. Yesus menawarkan air kehidupan yang menyelamatkan, dan dengan kejujuran dan kerendahan hati wanita itu mengakui kesalahannya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat. Kemudian wanita itu menjadi saksi dan mewartakan tentang Tuhan kepada sesamanya. Dia bercerita bagaimana Yesus membahas kehidupan pribadi wanita itu, bukan sekedar berteriak-teriak kalau Yesuslah Tuhan. Dia menjalankan tugas perutusannya dan menjadi mata air bagi sesamanya

Di jaman sekarang ini, kita juga diharapkan berhenti bertopeng. Mau jujur dan rendah hati mengakui kesalahan, belajar dan berusaha untuk kembali ke jalan yang benar. Kita dapat secara langsung mengaku dosa dalam doa kita, maupun dengan menerima sakramen pertobatan. Dan juga yang penting, setelah kita menerima "air kehidupan" dari kerendahan hati dan pertobatan kita, jangan lupa untuk "makan" makanan yang disabdakan oleh Tuhan Yesus, yaitu menjalankan segala kehendak Bapa di Surga.

shared by: Christ & Sylvia

Minggu 27 Maret 2011: Mengganti posisi Tuhan

Mengganti Posisi Tuhan? ( Yesaya 29:15-16)


Henry Morehouse adalah seorang pendeta muda yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Ribuan orang datang untuk mengalami mukjizat Tuhan dalam ibadah yang ia pimpin. Sampai suatu kali, dalam sebuah acara besar yang diadakan, semuanya tampak begitu “biasa”. Tak ada hadirat atau lawatan Tuhan, tak ada mukjizat Tuhan, tak ada kuasa Tuhan yang mengalir. Ini membuat Henry sedih. Ia berdoa dan bertanya kepada Tuhan mengapa hal itu bisa terjadi. Tuhan menjawabnya dengan membawanya melewati sebuah jalan yang penuh spanduk tentang acara tersebut. Rupanya, yang dibesar-besarkan bukan lagi nama Tuhan, melainkan namanya sendiri.

Kita mungkin juga pernah mengalami hal serupa. Saat Tuhan mulai memakai kita dengan luar biasa dan banyak jiwa diberkati lewat pelayanan kita, maka kita bisa terjebak dalam kesombongan. Kita tak lagi melihat bahwa pelayanan kita berhasil karena Tuhan—bukan karena diri sendiri. Tatkala kita mulai meninggikan diri—membuat mata semua orang tertuju kepada kita dan bukan lagi kepada Tuhan, maka Tuhan akan berdiam diri. Bisa jadi khotbah kita tetap bagus; gaya bicara kita tetap berapi-api; atau kita tetap mendapat pujian atas pelayanan kita. Semua bisa berjalan seperti biasa. Namun, pelayanan kita tidak lagi menyentuh hati atau mengubahkan hidup. Apalah artinya kita melayani dengan sangat baik, tetapi tidak memberkati jiwa-jiwa?

Adakah Tuhan masih terus menjadi pusat dari setiap pelayanan kita? Ataukah kita tengah menggeser posisi Tuhan dan ”mendu­dukinya”? Kini saatnya bertobat, agar pelayanan kita kembali menjadi berkat.

PELAYANAN SEHEBAT APA PUN TAK ADA ARTINYA

TANPA URAPAN DAN PENYERTAAN ALLAH


sumber: renunganharian.net Petrus Kwik

- Christ & Sylvia

Sabtu, 26 Maret 2011

Sabtu 26 Maret 2011: Keberuntungan

Keberuntungan ( 1 Samuel 4:1-11)


Sebagian orang percaya ada hari baik dan hari buruk. Maka, jika mereka akan mengadakan acara besar, seperti pernikahan atau peresmian gedung, mereka harus melakukan perhitungan hari lebih dulu supaya diselenggarakan pada hari baik. Ada juga orang yang percaya bahwa benda, angka, dan warna tertentu akan mendatangkan keberuntungan. Karena itu, jika mereka mengadakan acara, semuanya disesuaikan dengan hal-hal tersebut supaya beruntung.

Dalam bacaan hari ini, kepercayaan serupa sempat dipegang bangsa Israel. Saat itu Israel sedang terdesak dalam peperangan melawan bangsa Filistin. Mereka merenungkan mengapa Tuhan tidak memberkati mereka. Namun sayang, mereka bukannya sadar sudah jauh dari Tuhan dan harus bertobat. Mereka justru berkesimpulan bahwa kesalahan mereka tidak membawa simbol kejayaan mereka, yaitu tabut perjanjian Tuhan, ke medan perang. Akibatnya, mereka kalah dan tabut perjanjian dirampas bangsa Filistin.

Sebagai orang percaya, kita harus hati-hati dengan sistem kepercayaan tentang keberuntungan yang tidak alkitabiah. Jalan hidup seseorang semata-mata ada di tangan Tuhan, tidak ditentukan hari, angka, warna, benda tertentu, atau apa pun. Bahkan, tidak juga ditentukan oleh simbol-simbol keagamaan tertentu; benda-benda yang dianggap ”rohani”. Yang harus kita lakukan sebetulnya hanyalah hidup taat dan dekat dengan-Nya senantiasa. Dalam hidup yang demikian, Tuhan akan melimpahkan berkat-Nya secara utuh—jasmani dan rohani—sesuai dengan kemurahan dan kebijaksanaan-Nya.

KEBERUNTUNGAN DAN JALAN HIDUP KITA

SEMATA ADA DI TANGAN TUHAN


sumber: renunganharian.net - Alison Subiantoro

- Christ & Sylvia

Jumat, 25 Maret 2011

“Kacamata” Allah (Mazmur 73:12-28)

Saat kita melihat apa yang terjadi di dunia ini, bisa jadi kita merasa seolah-olah Tuhan tidak adil. Mengapa? Sebab Tuhan sepertinya membiarkan ketidakbenaran merajalela. Orang jahat bisa bebas melakukan kejahatan tanpa terkena hukuman. Itulah yang akan kita lihat jika melihat dunia dari ”kacamata” kita.

Pemazmur pernah mengalami hal yang sama. Ia melihat bahwa orang fasik hidup dengan makmur dan sukses (ayat 12). Sedangkan dirinya, malah tidak demikian. Itu membuatnya berpikir bahwa mempertahankan hidup benar adalah hal yang sia-sia (ayat 13). Namun semuanya berubah tatkala ia memandang hal tersebut dari sudut pandang Allah (ayat 17). Kesudahan orang fasik yang diperlihatkan kepadanya, sungguh membukakan mata (ayat 18-20). Membuatnya sadar bahwa hal paling berharga dalam dirinya adalah Allah sendiri, bukan hal-hal fana seperti yang dikejar orang fasik. Hanya Tuhan yang menjaminnya masuk dalam kemuliaan kekal, bukan kemakmuran duniawi apa pun. Itu sebabnya ia mengatakan bahwa yang ia ingini di bumi dan di surga hanyalah Allah (ayat 25, 26).

Maka, mari lihat segala sesuatu dari ”kacamata” Allah, sehingga kita dapat melihat kebenaran yang sesungguhnya. Tidak perlu kita mengingini hal-hal yang dicapai orang lain secara tidak benar. Sebab, keadilan Tuhan tidak dapat dipermainkan oleh manusia. Dengan demikian, jangan berhenti untuk selalu hidup dan berlaku benar di hadapan Allah. Walau ganjarannya tak segera tampak. Ingatlah bahwa Tuhan memberi kesudahan hidup setiap manusia, sesuai dengan kebenaran yang dihidupinya. Ganjaran-Nya selalu adil

KIRANYA HIDUP KITA TAK MENGEJAR YANG FANA SAJA

KEJARLAH TUHAN SEBAGAI HARTA YANG PALING BERHARGA

sumber: renunganharian.net - Riand Yovindra

- Christ & Sylvia

Kamis, 24 Maret 2011

Kamis 24 Maret 2011: Rekaan Tuhan

Rekaan Tuhan (Kejadian 50:15-21)


Ayah saya meninggal karena komplikasi maag, TBC, diabetes, dan pendarahan. Pada masa akhir hidupnya, ia menjadi seorang yang sangat mengasihi ibu saya. Sebelum pensiun, ayah saya hidup dengan mengikuti keinginan daging dan keduniawian. Sebagai pejabat, ia melakukan banyak hal yang tidak baik. Ibu saya sangat terluka karena itu. Namun, penyakit memaksanya untuk lebih banyak di rumah, beristirahat, dan tidak bisa keluar rumah. Akibatnya, ia banyak memberi waktu untuk ibu saya. Ia pun mencari Tuhan, banyak berdoa, serta membaca Alkitab. Saya mengenang bahwa di akhir hidupnya, ayah dan ibu saya kembali seperti sepasang pengantin baru. Penyakit yang merupakan sesuatu yang jahat, tetapi bisa juga membawa banyak kebaikan bagi hidup mereka.

Yusuf melihat jalan hidupnya dengan cara seperti ini. Perlakuan jahat saudaranya tidak membuatnya dendam dan mengutuki kehidupan. Namun, ia percaya bahwa itu semua rencana Tuhan, agar dalam masa kemarau dan kelaparan, Israel terus dipelihara. Hal yang buruk telah dipakai Allah untuk mendatangkan hal yang baik. Kejahatan manusia akan dipakai untuk melaksanakan rencana-Nya dengan cara yang kreatif.

Memahami hal ini telah membuat Yusuf menjadi seorang yang berjiwa besar. Hal buruk bisa menimpa orang yang baik. Ini adalah observasi kehidupan yang akurat. Namun, jika kita melihat hanya sampai di sini, maka hasilnya adalah frustrasi. Akan tetapi, karena Tuhan mereka-rekakan yang baik dari yang jahat, maka kita bisa percaya bahwa hal buruk yang kita alami, adalah sebuah coretan tangan Tuhan untuk melukis sebuah pelangi dalam hidup kita.

TUHAN BAHKAN MAMPU MENGGUNAKAN HAL YANG JAHAT

UNTUK MENDATANGKAN HAL YANG BISA MENJADI BERKAT


sumber: renunganharian.net - Denni Boy Saragih

Rabu, 23 Maret 2011

Rabu 23 Maret 2011: Ray Charles

Ray Charles (1 Samuel 8:1-9)


Seorang anak kecil buta terjatuh. Ia menangis meraung-raung, memanggil sang ibu. Biasanya seorang ibu tentu akan bergegas menghampiri anaknya, tetapi ibu si anak justru berdiam diri. Dari sudut ruangan, ia menyaksikan anaknya menangis dalam frustrasi. Namun anak itu perlahan bangkit, mengibaskan debu dari bajunya, lalu meraba jalannya sendiri menuju sang ibu. Dengan penuh air mata, sang ibu memeluk erat anaknya. Itulah sepenggal cerita masa kecil Ray Charles, legenda musik soul Amerika. Apa komentar Anda mengenai si ibu? Kejam? Tidak punya hati? Di adegan berikutnya, sang ibu menjelaskan tindakannya kepada Ray kecil: “Aku ingin kamu tahu … kamu itu buta, tetapi tidak bodoh.”

Di Alkitab, banyak contoh buruk orangtua yang gagal mendidik anaknya, termasuk para tokoh besar seperti Imam Eli. Tuhan bahkan menegaskan sikap Eli yang tidak memarahi anaknya sebagai dosa menghujat Allah (1 Samuel 3:13). Serupa dengan seniornya, di hari tuanya pun Samuel harus mengelus dada karena anak-anaknya tidak layak menjadi hakim Israel (8:3). Sikap buruk mereka mengakhiri masa hakim-hakim di Israel dan awal berkuasanya para raja.

Bersikap ”keras” kepada anak-anak atau generasi muda yang dipercayakan kepada kita, bukanlah hal yang tabu; sebab sikap demikian perlu untuk mendidik, asal melakukannya dengan tujuan dan cara yang benar. Sikap memanjakan generasi muda atau membiarkan mereka berbuat apa saja tanpa nasihat, justru menjadi pertanda tidak adanya tanggung jawab. Sebagai masa depan dunia, generasi muda membutuhkan didikan karakter dari otoritas di sekelilingnya

DIDIKAN MEMANG KERAP TERASA MENYAKITKAN

NAMUN PASTI MEMBENTUK KARAKTER SECARA MENGAGUMKAN


Penulis: Olivia Elena

Selasa, 22 Maret 2011

Selasa 22 Maret 2011:

Mencari Pelanggaran (Galatia 3:19-24)


Pernah berpapasan dengan operasi lalu lintas bagi pengendara sepeda motor di jalan raya? Polisi akan memeriksa kelengkapan Anda dalam berkendara. Jika Anda lalai membawa SIM atau STNK, misalnya, Anda akan diminta membayar denda. Sebaliknya, apabila surat-surat Anda lengkap, akankah polisi memberi Anda hadiah dan piagam? Tidak! Hingga kemudian seolah-olah para polisi hanya bermaksud mencari pelanggaran Anda, bukan menghargai kepatuhan Anda.

Hukum Taurat kira-kira juga berfungsi seperti itu. Hukum Taurat dirancang bagi orang berdosa (1 Timotius 1:9) untuk menyadarkan mereka akan dosa dan pelanggaran mereka. Paulus sendiri mengakui, oleh hukum Taurat-lah ia mengenal dosa (Roma 7:7). Standarnya yang sempurna—pelanggaran atas satu bagian berarti pelanggaran atas seluruh hukum (Yakobus 2:10)—memperlihatkan ketidakmampuan manusia untuk mematuhinya: tak seorang pun dibenarkan karena melakukan hukum Taurat. Adapun mereka yang insaf akan melihat bahwa mereka memerlukan penolong untuk mengatasi kebuntuan tersebut: mereka akan menyambut anugerah Allah di dalam Kristus dengan sukacita. Hukum Taurat menuntun mereka untuk beriman kepada Kristus yang akan membenarkan mereka.

Maka, Hukum Taurat sangat berguna bagi pemberitaan Injil. Charles Spurgeon menggambarkannya seperti bajak yang menggemburkan tanah sebelum ditaburi benih. Ketika orang menyadari betapa busuk pelanggarannya terhadap hukum Allah, ia akan menerima penebusan Kristus sebagai anugerah tak ternilai. Pakailah hukum Taurat untuk menuntun orang pada pertobatan!

HUKUM TAURAT SEPERTI BAJAK UNTUK MENGGEMBURKAN HATI MANUSIA

AGAR SIAP MENERIMA ANUGERAH ALLAH


sumber: renunganharian.net - Arie Saptaji

- Christ & Sylvia

Senin, 21 Maret 2011

Senin 21 Maret 2011: tertidur

Tertidur Lukas 22:39-46



Belum lagi seminggu ibunya meninggal, suami Rina meninggal dalam kecelakaan lalu-lintas. Ini masa yang sangat berat bagi Rina. Setahun kemudian, ia menuliskan pengalamannya selama masa duka itu. ”Aku merasa lelah. Setiap kali bangun tidur, aku merasa sedih. Lalu aku tidur lagi. Rasanya nyaman bisa melarikan diri sejenak dari kenyataan untuk memimpikan ibu dan suamiku. Begitulah kuhabiskan waktu beberapa minggu setelah kedukaan itu.”

Tidur adalah kebutuhan. Namun, bisa juga dipakai untuk melarikan diri dari kenyataan. Menjelang Yesus ditangkap, para murid tertidur karena dukacita. Mereka ingin lepas dari beban kesedihan, setelah Yesus berkata Dia akan menderita dan tidak lagi bersama mereka (ayat 14-17). Namun, tidur tidak menyelesaikan masalah. Sejenak kita terbuai mimpi, lalu bangun dengan masalah yang tetap ada. Terus tertidur berarti kehilangan kesempatan. Menunda waktu untuk bertindak. Maka, Yesus menyuruh murid-murid bangun dan berdoa. “Supaya kamu jangan jatuh dalam pencobaan,” ujar-Nya. Para murid akan dicobai untuk menyangkal Yesus. Mereka butuh perlengkapan kuasa Allah. Ini hanya bisa didapat jika mereka bangun dan berdoa.

Ketika dihantam masalah berat, banyak orang membius diri dengan hiburan, obat-obatan, atau kesibukan agar bisa melupakan masalah. Yang lainnya pasif. Tidak berbuat apa-apa, sambil bermimpi masalah itu akan selesai sendiri. Ini sama dengan tidur! Tuhan siap menolong kita, tetapi kita harus bangun dan berdoa! Berjuanglah menghadapi setiap masalah, sambil memohon kuat kuasa-Nya. Ora et labora.

KITA AKAN MENANG ATAS MASALAH APABILA TIDAK MENGHINDARINYA

MELAINKAN MENGHADAPINYA DENGAN USAHA DAN DOA


sumber: renunganharian.net - Juswantori Ichwan

- Christ & Sylvia

Minggu, 20 Maret 2011

Minggu 20 Maret 2011: Undangan yang Mengubahkan

Undangan yang Mengubahkan (Lukas 5:27-32)


Kita selalu melihat orang lain dengan memakai sebuah ”kacamata”. Bukan kacamata secara fisik, melainkan ”kacamata” mental di dalam pikiran kita. Dengan ”kacamata” mental itu, kita menyikapi segala sesuatu: menyukainya, menghindarinya, merengkuhnya, mengabaikannya, memujinya, atau mengkritisinya. ”Kacamata” mental masing-masing orang tak sama. Namun, sedikit banyak ”kacamata” mental yang kita pakai ikut menentukan sikap kita.

Orang yang pekerjaannya memungut cukai, seperti Lewi, biasa dilihat dengan ”kacamata” mental yang buram, bahkan gelap, karena cara hidup dan pekerjaannya. Pemungut cukai identik dengan orang yang rakus harta, menindas bangsa sendiri demi keuntungan pribadi, antek pemerintah penjajah yang hidup makmur dari pemerasan pajak pasar. Pendek kata, bagi banyak orang Yahudi, pemungut cukai semacam ini dipandang sebagai orang yang paling berdosa. Karena itu, ketika Lewi menanggapi ajakan Yesus untuk mengikuti Dia (ayat 28), orang Yahudi menjadi sinis. Mereka belum bisa melepas ”kacamata” mental mereka.

Kenyataannya, Yesus dekat dengan orang-orang berdosa. Akan tetapi, kedekatan Yesus dengan mereka bukan berarti bahwa Yesus dekat dengan dosa, melainkan hendak mendekat kepada pribadi yang melakukan dosa, agar ia diselamatkan. Itu sebabnya Dia memanggil setiap saat: ”Ikutlah Aku ... ikutlah Aku.” Siapa pun Anda menurut anggapan orang, Yesus menawarkan keselamatan dan pemulihan. Dia selalu memandang kita dengan penuh belas kasih. Dan, tidak pernah ada kata terlambat untuk datang kepada-Nya

TOBAT ADALAH LANGKAH PASTI

MENYAMBUT ANUGERAH YANG MAHAHEBAT


sumber: www.renunganharian.net - Daniel K. Listijabudi

Jumat, 18 Maret 2011

Sabtu 19 Maret 2011: Keluarga yang Bermisi

Keluarga yang Bermisi (Roma 16:1-5)


Bagi sebagian orang kristiani, ”bermisi” kerap dianggap sebagai pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh gereja atau lembaga misi. Juga hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang secara khusus terbeban untuk melakukan pelayanan misi. Namun sesungguhnya, pelayanan misi dapat dilakukan oleh setiap orang percaya.

Keluarga Priskila dan Akwila memahami bahwa misi tidak hanya untuk orang-orang tertentu, melainkan juga untuk keluarga mereka. Selain memberitakan tentang Kristus ke berbagai daerah, mereka juga mendukung pelayanan rekan-rekan mereka—seperti Paulus. Mereka tidak sibuk memikirkan kehidupan pribadi. Mereka tidak menyibukkan diri untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya agar semakin kaya. Mereka tidak menutup pintu bagi orang-orang yang membutuhkan jamahan Kristus (1 Korintus 16:19). Mereka berdoa bagi orang-orang yang belum atau baru mengenal Kristus. Mereka memberi dukungan untuk membangun orang lain. Mereka juga memberi waktu untuk mengajar dan berbagi dengan orang lain (Kisah Para Rasul 18:18).

Keluarga dihadirkan Allah agar tidak hanya memikirkan kepentingan keluarga itu sendiri, tetapi agar dipakai untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Misalnya, satu keluarga mau menyediakan waktu untuk mendoakan orang lain. Atau, mendukung departemen misi dalam gereja atau lembaga misi lain dengan dana, pikiran, dan tenaga. Atau, membuka lebar-lebar pintu rumah untuk siapa saja yang sedang berkeluh kesah. Biarlah kasih Kristus melingkupi keluarga-keluarga kita, agar kita semua dapat berperan secara maksimal.

KELUARGA YANG BERMISI MENGENALI PANGGILAN ALLAH

UNTUK TAK HENTI MELAYANI DAN MEMBAGI BERKAT


Penulis: Antoni Martua Samosir

Kamis, 17 Maret 2011

Jumat 18 Maret 2011: Jujur = hancur?

Jujur=Hancur?(Amsal 11:3-6)


Seorang pemuda miskin tengah mencari pekerjaan ke sana kemari tanpa hasil. Dalam kerisauan, pemuda itu tidak berkonsentrasi mengendari motor bututnya. Akibatnya, tanpa sengaja ia menabrak sebuah mobil mewah yang sedang diparkir. Betapa terkejut dan takutnya ia, karena lampu kanan mobil itu pecah. Dalam situasi sepi, sebenarnya bisa saja pemuda itu melarikan diri. Akan tetapi, ia adalah seorang kristiani yang jujur dan bertanggung jawab. Karena itu, ia mencari pemilik mobil tersebut. Sang pemilik mobil memberinya kartu nama, dan memintanya datang ke kantor untuk menyelesaikan perkara. Tanpa diduga, sang pemilik mobil menawarkan sebuah pekerjaan bagus untuknya, karena melihat kejujuran pemuda ini.

Seandainya kita mengalami peristiwa seperti itu, apa yang akan kita perbuat? Melarikan diri untuk menghindari risiko, atau dengan sikap jujur mau bertanggung jawab dan bersedia menanggung risiko? Di zaman sekarang ini kita semakin sulit menemukan orang yang masih memegang teguh nilai kejujuran. Sebaliknya, yang sering kita ketahui adalah pejabat yang korupsi, pedagang yang curang, karyawan yang mengambil keuntungan secara ilegal, atau orang-orang yang melakukan pungutan liar. Bahkan, tak jarang kita melihat atau mendengar ketidakjujuran terjadi di gereja.

Apakah bagi kita ketidakjujuran adalah suatu hal yang wajar dan biasa dilakukan untuk menghindari risiko akibat perbuatan kita? Ingatlah dan bertahanlah dalam firman hari ini, supaya hidup kita dipimpin oleh ketulusan dan kita menjadi orang yang jujur (ayat 3).

DUNIA BERKATA, “JUJUR BERARTI HANCUR”

TETAPI ALLAH BERKATA, “JUJUR BERARTI MUJUR”


sumber: www.renunganharian.net - Petrus Kwik

- Christ & Sylvia

Rabu, 16 Maret 2011

Kamis, 17 Maret 2011 : Doa

Mat 6:7-15

“Ini bukan masalah Allah tidak tahu apa yang engkau hendak minta ,

tapi sungguh, Ia ingin mendengarkanmu.”


Pasti tidak ada orang yang bisa menyangkal kebenaran bahwa Allah tahu apa yang kita minta sebelum kita mohonkan dalam doa-doa kita. Kadang orang lalu menerjemahkan kebenaran ini dengan cara yang ekstrim, kalau begitu apa artinya kita buat lagi litany yang panjang, atau apa artinya kita berdoa dengan kalimat-kalimat panjang? Untuk yang satu ini pun ada unsur kebenaran di dalamnya. Meskipun demikian, biarlah saya datang kepadamu, mengajakmu sebagai saudara untuk memaknai kebenaran di atas dengan cara yang lain, “khususnya dalam konteks doa pribadimu kepada Tuhan” (Maaf, saya tidak berbicara tentang doa umum atau bersama, atau ketika Anda memimpin doa bersama di hadapan orang banyak, melainkan doa pribadi).

Jika hari ini kita mendengarkan “Doa Agung” yang diajarkan oleh Yesus sendiri maka saya mau mengajakmu untuk merenungkan tentang yang satu ini; “Allah tentunya tahu segala sesuatu di dalam hati dan pikiranmu, tetapi sungguh, ada sesuatu yang indah yang dibuat oleh Allah ketika engkau berdoa secara pribadi dengan keluhan dan kata-kata yang panjang diiringi deraian air mata yakni ‘Ia dengan tenang mau mendengarkanmu sebagai putra/ri-Nya yang sedang meminta sesuatu kepada-Nya.’ Allah ingin mendengarkanmu bagaimana cerita tentang kisah hidupmu hari ini. Allah ingin mendengarkan dari mulutmu kata-kata penyesalan karena telah melukai hati-Nya dan sesamamu. Allah ingin mendengarkan dari mututmu bagaimana engkau ingin merencanakan sesuatu untuk memaknai hidupmu. Dan, tentunya Allah ingin mendengarkan ceritamu layaknya seorang anak yang baru kembali dari petualangannya yang berhasil atau gagal dan menceritakan sesuatu kepada sang bapak. Allah sungguh menyediakan waktu bagimu.

Oleh karena itu, baiklah jika hari kita belajar untuk berbicara jujur kepada Allah dalam doa-doa pribadi kita karena memang Ia ingin mendengarkan luapan hati kita yang sedang sedih, jeritan hati kita yang sedang menghadapi masalah. Ia ingin mendengarkan luapan kegembiraan kita karena syukur atas rahmat dan keberhasilan yang kita raih. Ia ingin mendengarkan kata-kata syukur karena kita bahagia. Dengan kata lain, baik suka maupun duka hatimu saat ini, datanglah dan berbicara kepada Allah karena Ia selalu mempunyai waktu untukmu. Ia akan setia mendengarkanmu, kapan dan di mana pun engkau mau. Ia tidak akan pernah mengatakan kepadamu; “Anak-Ku, sudah terlalu panjang ceritamu. Aku sudah bosan mendengarkannya.” Sebaliknya, Ia akan mengatakan kepadamu; “Berceritalah terus karena Aku suka mendengarkan kisahmu.” Mau tahu kenapa? Karena di balik cerita-cerita-Mu, Ia tahu bahwa engkau masih percaya kepada-Nya sebagai Bapamu dan sebagai Allahmu.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

- dikutip dari renungan Facebook Gereja Katolik


- Christ & Sylvia

Rabu 16 Maret 2011: Kreatif berwaktu teduh

Kreatif Berwaktu Teduh (Daniel 6:5-14)


Dua bulan pertama menjadi ibu sangat menjungkirbalikkan hidup saya. Apalagi ketika cuti hamil dan melahirkan telah usai, saya merasa seakan-akan tak punya waktu untuk diri sendiri. Banyak aktivitas harus dilakukan hingga saya bahkan kehilangan waktu untuk bersama Tuhan. Itu sebabnya saya harus kreatif mencari cara bersekutu dengan Tuhan. Misalnya memanfaatkan waktu ketika berkendara menuju kantor, di suasana pagi yang teduh. Di situ saya berkesempatan menjalin keintiman dengan Tuhan.

Dalam bacaan kita, Daniel memberi teladan dalam kesetiaannya bersekutu dengan Tuhan. Ia selalu memberi waktu khusus tiga kali sehari untuk berdoa di ruang atas rumahnya (ayat 11,12). Daniel selalu rindu berbincang dengan Tuhan dan mendengarkan suara-Nya. Karena dengan dekat kepada Allah, Daniel mendapatkan hikmat, kekuatan, dan perlindungan sejati.

Namun, bagaimana jika kita tidak memiliki cukup waktu untuk berwaktu teduh secara khusus seperti Daniel? jika padatnya aktivitas menyita banyak waktu, apakah kemudian itu menjadi alasan bagi kita untuk tidak berwaktu teduh sama sekali? Justru sebaliknya, kita harus menemukan cara untuk selalu berkomunikasi dengan Allah. Misalnya, mendengarkan renungan di mobil sepanjang perjalanan, berbincang dengan Tuhan sambil meninabobokan anak, merangkai doa ketika menunggu mesin pengering baju selesai bekerja. Nyatanya, “waktu khusus” bagi Dia dapat ditemukan di mana pun dan kapan pun di hari-hari kita. Apakah Allah berkenan? Allah menghargai kesediaan kita mempersembahkan waktu bagi Dia. Mari, temukan cara-cara kreatif untuk terus terhubung dengan Tuhan

SEBAB TUHAN KITA MAHAHADIR

DI MANA PUN DAN APA PUN AKTIVITAS KITA, DIA SELALU ADA


sumber: www.renunganharian.net - Santhi Ratnaningsih

- Christ & Sylvia

Selasa, 15 Maret 2011

Selasa 15 Maret 2011: Marah

Marah (Kejadian 4:1-16)


Seorang ibu bercerita bahwa suaminya tanpa sepengetahuannya telah meminjamkan sejumlah besar uang kepada temannya. Teman suaminya itu rupanya tidak bertanggung jawab. Ia kabur begitu saja. Ibu ini jengkel sekali. Mengapa suaminya tidak memberi tahunya lebih dulu? Namun, nasi sudah menjadi bubur. Uangnya tidak bisa kembali. Lalu ibu itu bertanya, apakah sebagai orang kristiani ia boleh marah kepada suaminya?

Bagi sebagian orang, pertanyaan ibu itu mungkin terlalu sederhana. Namun itu kenyataan yang kerap terjadi, dan tidak boleh disepelekan. Sebab hal itu bisa terus mengganggu pikiran. Bolehkah seorang kristiani marah? Marah itu wajar. Hidup memang tidak selalu berjalan seperti yang kita harapkan. Orang-orang di sekitar kita juga tidak selalu berlaku seperti yang kita mau.

Sebagai orang kristiani, tidak salah apabila kita marah. Asal, marah untuk sesuatu yang tepat, dengan cara yang tepat, kepada orang yang tepat, dan di waktu yang tepat. Kerap yang menjadi masalah bukan marahnya, tetapi bagaimana dan untuk apa kita marah. Juga, jangan menyimpan kemarahan hingga menjadi dendam kesumat. Kemarahan yang disimpan justru akan merampas kebahagiaan kita—tidak ada orang yang bisa bahagia dengan terus menyimpan kemarahan dan dendam. Lebih dari itu, kemarahan yang terus disimpan hanya akan mendorong kita ke dalam jurang dosa. Peristiwa pembunuhan Habel oleh Kain, kakaknya, terjadi karena dipicu dan dipacu oleh kemarahan Kain yang terus dipendamnya, lalu dilampiaskan dengan membabi buta. Mari kita belajar mengelola amarah.

MARAH ITU TIDAK SALAH

KITA HANYA PERLU MENGELOLANYA

sumber: www.renunganharian.net - Ayub Yahya

- Christ & Sylvia

Senin, 14 Maret 2011

Senin 14 Maret 2011: Dimana hati kita

Di Mana Hati Kita?(Matius 6:19-21)


Secara jenaka, seseorang menuliskan bagaimana anak balita “mengklaim” suatu barang: 1. Kalau aku menyukai sesuatu, berarti benda itu punyaku; 2. Kalau sebuah benda kupegang, berarti itu milikku; 3. Kalau aku bisa merebut sesuatu darimu, benda itu jadi punyaku; 4. Kalau aku melihat sesuatu lebih dulu, benda itu jadi milikku; 5. Kalau kamu bermain dengan sesuatu, lalu kamu menaruhnya, benda itu otomatis jadi punyaku; 6. Kalau benda yang kita perebutkan pecah, maka itu jadi milikmu.

Ketamakan sangat serupa dengan nafsu—keinginan besar untuk memiliki sesuatu demi kesenangan pribadi. Serupa gambaran tentang balita di atas, orang tamak hendak memiliki semua yang disukai dan diingininya. Padahal, ketamakan tak pernah dapat dipuaskan. Dan, keinginan yang tak terkendali dapat membahayakan diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Itu sebabnya Amsal 23:2 memperingatkan, ”Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!”

Jadi, bagaimana melawan nafsu tamak ini? Tuhan meminta kita menujukan hati pada harta yang kekal (Matius 6:21). Terlalu memburu harta di bumi hanya akan membuat kita terikat dan diperhamba harta. Menghabiskan waktu dan kesehatan untuk menumpuk harta, yang takkan pernah kita bawa di akhir hayat (ayat 19). Sebaliknya, jika Tuhan menjadi yang terutama, sesungguhnya kita akan hidup lebih tenang. Kita akan bekerja dengan tahu batas waktu—tidak mengorbankan keluarga, bahkan masih punya waktu untuk melakukan pelayanan. Pula, kita bisa bijak menggunakan harta untuk memberkati sesama dan mendukung pekerjaan Tuhan.

MENUMPUK HARTA DI BUMI HANYA BERGUNA SEMENTARA

MENUMPUK HARTA DI SURGA TAK TERBATAS KEUNTUNGANNYA


sumber: renunganharian.net - Agustina Wijayani

- Christ & Sylvia

Minggu, 13 Maret 2011

Minggu 13 Maret 2011: Andalah pemainnya

Andalah Pemainnya!(1 Korintus 14:20-28)


Saya tidak mendapat apa-apa,” kata seorang pemudi seusai ibadah. Ia merasa kecewa. Memang khotbah minggu itu terasa kering. Bahasanya tidak komunikatif. Sulit dimengerti. Pesannya tidak inspiratif. Membosankan. Maklum jika ia kecewa. Namun, ada satu kekeliruan di sini. Si pemudi menempatkan diri sebagai ”penonton” saja. Ia beribadah seolah-olah hanya untuk mendengarkan khotbah yang memikat. Padahal sesungguhnya ada yang lebih penting. Beribadah berarti memberi. Mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan.

Rasul Paulus meminta orang kristiani mempersembahkan sesuatu ketika beribadah. Bukan hanya uang yang kita bawa, melainkan seluruh talenta kita. Saat menyanyi, persembahkan suara terbaik Anda agar nyanyian jemaat terdengar menggugah. Saat berdoa, naikkanlah doa Anda dengan sepenuh hati agar Tuhan berkenan. Saat menjalankan liturgi ibadah, lakukanlah setiap hal dengan sungguh-sungguh agar tidak terjebak dalam ritualisme. Semua persembahan harus ditujukan untuk membangun jemaat, bukan kepentingan pribadi. Agar dengan setiap persembahan yang diberikan tiap-tiap pribadi, maka semua yang hadir pun diberkati.

Selama ini, ketika beribadah, bagaimanakah Anda menempatkan diri? Sebagai penonton atau pemain? Penonton hanya minta dihibur dan dilayani. Sebaliknya, pemain memberi dan melayani. Betapa indahnya jika setiap orang datang beribadah sebagai pemain. Saat setiap orang mau berpartisipasi aktif, dan memberi yang terbaik, maka ibadah akan menjadi hidup. Kuasa Tuhan tampak nyata. Anda tak akan pulang dengan sia-sia.

ANDA ADALAH PEMAIN DALAM MISA/KEBAKTIAN

COBALAH BERMAIN DENGAN CANTIK BAGI TUHAN


sumber: www.renunganharian.net - Juswantori Ichwan


- Christ & Sylvia

Sabtu, 12 Maret 2011

Sabtu 12 Maret 2011

Biasa-biasa Saja(2 Samuel 11:1-5)


Konon, kebanyakan orang mengingat Tuhan ketika hidupnya berada di salah satu titik ekstrem. Baik itu ketika ia sedang kesusahan, sehingga merasa harus minta tolong kepada Tuhan; maupun ketika ia sedang sangat bergembira, sehingga merasa bersyukur atas kebaikan Tuhan. Akan tetapi, ketika hidupnya sedang ”biasa-biasa saja”—ketika semuanya berjalan lancar dan mulus—di situlah kebanyakan orang lupa akan Tuhan, sehingga bisa jatuh ke dalam dosa.

Ini pula yang sempat terjadi dalam hidup Daud. Semasa ia belum menjadi raja dan dikejar-kejar Saul, hidupnya sangat sulit. Namun, pada saat demikian ia justru sangat dekat dan bergantung kepada Tuhan. Banyak mazmur yang ditulisnya pada masa tersebut. Ketika hidupnya kemudian berbalik total pada masa awal menjadi raja, ia pun masih dekat dengan Tuhan. Sayangnya, ketika kehidupan sudah stabil—seperti saat ia bertemu Batsyeba—Daud menjadi lengah. Ia menjadi jauh dari Tuhan, hingga dengan mudah jatuh ke dalam dosa.

Ketika hidup tampak berjalan ”biasa-biasa saja”, berhati-hatilah agar kita tidak melupakan Tuhan. Jangan sampai kita merasa tidak membutuhkan-Nya. Ini kondisi yang berbahaya. Untuk itu, kita perlu mendorong diri untuk terus mengingat Tuhan. Caranya? Dengan menyediakan waktu setiap hari untuk merenungkan dan menyadari bahwa segala sesuatu di hidup kita, sesungguhnya adalah anugerah Tuhan. Tak ada satu pun hal yang kita peroleh tanpa Dia memberikannya. Dari situ, maka setiap anugerah yang kita terima harus dipakai demi kemuliaan-Nya. Apa pun situasi hidup kita, biarlah kita terus mengingat Dia.

KETIKA HIDUP KITA ”BIASA-BIASA SAJA”

TETAPLAH INGAT TUHAN


sumber: www.renunganharian.net - Alison Subiantoro

- Christ & Sylvia

Jumat, 11 Maret 2011

Sisipan renungan masa pra-paskah

Sisipan renungan Masa Pra-Paskah

Mat 9:14-15



“Ketika kita tak berdaya maka itulah saat terindah

untuk merasakan kekuatan Tuhan.”



Tak dapat disangkal bahwa fokus utama puasa dan pantang terletak pada tindakan mengurangi bahkan melarang diri terhadap keinginan untuk menyantap makanan dan berpantang daging. Tentunya tidak ada yang salah dengan cara itu, karena memang itulah yang dianjurkan oleh Bunda Gereja kepada putra-putrinya. Meskipun demikian, sebagai saudaramu aku hanya datang dalam kesadaranmu lewat kata dan kalimat untuk mengingatkanmu tentang apa yang sering dilupakan dalam puasa dan pantang ketika kita terlalu fokus pada makanan dan minuman, yakni “mengutamakan Tuhan di atas segalanya dan memperhatikan sesama.” Dalam konteks inilah saya perlu mengulangi apa yang pernah kukatakan kepadamu beberapa waktu yang lalu bahwa “Anda boleh berdoa tanpa berpuasa, namun Anda tidak akan pernah berhasil untuk berpuasa tanpa doa.” Apa maksudnya? Baiklah kita akan diterangi dengan kata-kata Yesus dalam Injil hari ini.



Murid-murid Yohanes Pembaptis sedikit marah dan kecewa karena mereka berpuasa dan bermati raga memenuhi aturan agama mereka sementara para murid Yesus dengan bebas makan dan minum sesuka hati. Yesus menjawab mereka; “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?” Penafsiran dari sisi biblis tentunya akan menjadi sebuah pembelajaran yang berarti untuk kita, namun saya lebih condong untuk mengajakmu untuk berefleksi dari sisi praktis, yakni bagaimana hal ini diterapkan dalam hidup harian umat. Dengan kata-kata di atas maka Yesus mau mengatakan bahwa pusat doa dan puasa selama masa retret agung ini bukan terletak pada soal makan dan minum, melainkan pada Allah, pada Diri-Nya sendiri. Bukankah dalam doa dan puasa kita membuat tubuh kita lemah dan tak berdaya karena mengurangi makanan dan minuman yang masuk ke dalamnya? Ketika raga kita lemah maka jiwa akan mengakui kuat kuasa Allah yang menjadi sumber kekuatan kita. Inilah alasannya mengapa Rasul Paulus berani mengatakan; “Dalam kelemahanku, kekuatan-Mu menjadi nyata.” Karena itu, saya meyakinkan saudara bahwa jika fokus puasa dan pantangmu adalah soal makanan dan minuman maka Anda akan lapar dan haus lagi. Namun, sebaliknya jika fokusmu adalah Tuhan, maka kelaparan tubuh karena makanan dan minuman tidak akan terasakan karena jiwa dipenuhi dengan suka cita, karena sesungguhnya Tuhan sedang bersemayam di sana. Dengan ini saya tidak mengatakan bahwa puasa dan pantang makanan dan minuman tidak penting, melainkan hendaknya semuanya itu mengarahkan kita untuk semakin bergantung pada Allah sebagai sumber dan tujuan puasa dan pantang kita. Dengan kata lain, puasa makanan dan pantang daging yang kita buat selama masa prapaskah ini hanya sebuah sarana untuk semakin dekat dan akrab dengan Tuhan, serta mengetuk pintu hati kita untuk menyapa sesama yang menderita.


Aspek lain yang hendaknya perlu diperhatikan dalam puasa dan pantang adalah keadaan dan kebutuhan orang lain. Dengan puasa dan pantang sebenarnya Anda telah menyisikan atau tidak menggunakan sebagian dari milikmu seperti uang. Lalu, apa artinya uang itu jika hanya disimpan demi dirimu sendiri? Puasa dan pantang kita akan sungguh-sungguh berarti jika apa yang kita sisikan tidak tersimpan aman di saku atau dompet kita, tidak tersembunyi di dalam kotak tabungan atau lemari besi kita, tidak menjadi busuk di kulkas atau lemari makanan kita, melainkan harus diteruskan kepada sesama yang membutuhkannya. Inilah alasan mengapa dalam percakapan dengan seorang saudara di group GK yang ingin melihat wajah dan senyum Allah, aku menasehati dia; Jika engkau ingin melihat wajah dan senyum Allah, pergilah...belilah sebungkus nasi dan segelas aqua dan berikanlah kepada si miskin di sebelah rumahmu atau di pinggir jalan dan datanglah kepadaku dan lukiskanlah senyum pengemis itu, dan saat itulah aku akan menjawabmu bahwa engkau telah melihat wajah dan senyum Allah. Bukankah Ia pernah berkata; “Apa pun yang kau perbuat atau tidak perbuat kepada salah satu saudara-Ku yang hina ini, itu kau perbuat atau tidak perbuat kepada-Ku?”



Oleh karena itu, ada 3 hal penting yang menjadi tujuan utama dalam puasa dan pantang kita di masa agung ini, yakni; Bagaimana kita menomor-satukan Allah di atas segalanya lewat doa; memperhatikan nasib dan kebutuhan sesama yang menderita dengan apa yang kita korbankan dalam puasa dan pantang kita; dan terakhir adalah ketika Anda telah melakukan hal pertama dan kedua, maka nantikanlah saat di mana Allah akan memperhatikan dan memberikan kepadamu apa yang bukan saja demi tubuhmu tapi terlebih demi keselamatan jiwamu. Jangan tanya kepadaku kapan, tapi tanyakanlah dirimu; “Apakah Anda punya kesabaran yang cukup untuk menanti dengan diam hari datangnya pertolongan Tuhan kepadamu? Hanya mau mengingatkanmu sebagai saudara bahwa “jika Anda meminta daging sapi atau babi, tetapi yang lewat di depan rumahmu hanya ikan, apakah itu bukan jawaban Tuhan?” Sebagian orang berpikir bahwa hanya karena ikan maka mereka tidak bersyukur dan bahkan batal makan untuk seharian bahkan tidak mau makan lauk ikan selama daging sapi atau babi belum didapatkan. Lagi, hanya mau mengingatkanmu; “Jika engkau tahu memberi yang terbaik kepada anakmu ketika ia meminta sesuatu darimu, apalagi Bapamu yang di Surga? Ia akan membuatmu terkagum-kagum dengan pemberian-Nya jika engkau mampu menyadari akan berkat-berkat-Nya yang tercurah kepadamu setiap saat di dalam hidupmu.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,


Duc in Altum"

diambil dari renungan facebook Gereja Katolik

-Christ & Sylvia

Jumat 11 Maret 2011: Mendoakan dan Mengerjakan

Mendoakan dan Mengerjakan (Efesus 3:14-21)




Ketika kecil, saya sering memprotes. Salah satu protes adalah lamanya waktu yang dipakai Ayah untuk berdoa. Waktu itu saya sama sekali tidak mengerti mengapa seolah-olah ada banyak sekali orang yang Ayah doakan. Setiap hari semakin banyak yang Ayah doakan, dan Ayah semakin lama berdoa. Semakin hari semakin banyak pelayanan Ayah, dan semakin lama pula ia berdoa. Ayah bahkan sudah berdoa sebelum saya dan Adik bangun. Setelah kami tidur, Ayah juga akan berdoa. Ayah tak pernah marah kalau saya dan Adik bilang, “Papa, nanti doanya jangan lama-lama!” atau mencoba mengatur siapa yang perlu didoakan dan siapa yang tidak. Ia hanya tersenyum.

Namun kini saya tahu, rahasia pelayanan Ayah tidak terletak pada jumlah pelayanan yang ia lakukan atau jumlah orang yang ia layani, tetapi pada waktu doanya. Bahkan, setelah lebih dari sepuluh tahun sejak Ayah berpulang, saya tidak ingat satu pun khotbahnya, tetapi saya masih mengingat jelas sikap, cara, dan kesungguhannya dalam berdoa, serta bagaimana semuanya itu menyentuh kehidupan orang-orang di sekitarnya, termasuk saya.

Saya menjadi tahu bahwa semakin banyak hal yang ingin saya kerjakan, semakin banyak waktu yang perlu saya sediakan bersama Tuhan. Bukan saja untuk mendoakan rencana-rencana saya, melainkan juga satu per satu orang yang bersentuhan dengan hidup saya. Paulus juga mendoakan jemaat di Efesus agar mereka paham betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus kepada mereka, dan saya. Tuhan dapat melakukan jauh lebih banyak dari yang kita doakan atau pikirkan.

DOAKANLAH YANG KITA KERJAKAN

KERJAKANLAH YANG KITA DOAKAN


sumber: www.renunganharian.net - G. Sicillia Leiwakabessy

- Christ & Sylvia

Kamis, 10 Maret 2011

Kamis 10 Maret 2011: Siapa Sangka?

Siapa Sangka? (1 Tesalonika 5:23-28)





Nyonya Carson sangat berharap anak-anaknya bisa bersekolah, walau ia tidak tamat SD dan harus membesarkan dua putranya sendirian. Ia bekerja mencuci pakaian pada dua keluarga. Kemiskinan akrab dengannya. Namun, ia mendoakan kedua anaknya supaya berhasil dalam studi. Dan, mereka berhasil. Bahkan, anak bungsunya menjadi dokter bedah otak ternama di Amerika. Dokter pertama di dunia yang sukses menangani operasi bayi kembar siam. Ialah Dokter Ben Carson. Buku-bukunya menjadi berkat. Ia mendirikan banyak yayasan di bidang kesehatan dan pendidikan, yang memberi beasiswa untuk anak-anak berprestasi di bidang akademis dan kemanusiaan. Doa sang ibu terjawab lebih dari yang diminta. Siapa sangka?

Paulus akrab dengan jemaat di Tesalonika. Meski isinya tetap mengandung petuah dan teguran, suratnya terasa hangat. Bagi jemaat itu, ia memosisikan diri seperti “ibu” (1 Tesalonika 2:7) dan “bapak terhadap anak-anaknya” (2:11). Banyak harapan dan doanya bagi jemaat ini (1:2; 3:10-13). Di akhir surat pertamanya terselip harapan kuat, yaitu “supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara” (5:27). Ia berharap suratnya dibacakan di depan jemaat.

Ternyata selama 20 abad kemudian, surat ini bukan saja dibacakan di depan jemaat Tesalonika, melainkan juga jemaat kristiani di seluruh dunia. Tak hanya menjadi sepucuk surat penggembalaan, tetapi menjadi bagian firman Tuhan. Siapa sangka, Tuhan mengabulkan doanya jauh melampaui harapan sang rasul. Karya-Nya sungguh tak terbatasi. Dia sanggup melakukan lebih dari yang kita minta. Maka, jangan berhenti berharap kepada-Nya. Berharaplah kepada Tuhan tanpa batas; izinkan Dia berkarya dengan bebas.

DI TANGAN TUHAN, SEBUAH HARAPAN KECIL

BISA MENJADI BERKAT BESAR


sumber: www.renunganharinat.net - Pipi Agus Dhali

- Christ & Sylvia

Rabu, 09 Maret 2011

Rabu Abu: awal masa Pra-Paskah

Rabu Abu


Dalam agama Kristen tradisi barat (termasuk Katolik Roma dan Protestanisme), Rabu Abu adalah hari pertama masa Pra-Paskah. Ini terjadi pada hari Rabu, 40 hari sebelum Paskah tanpa menghitung hari-hari Minggu atau 44 hari (termasuk Minggu) sebelum hari Jumat Agung.

Pada hari ini umat yang datang ke Gereja dahinya diberi tanda salib dari abu sebagai simbol upacara ini. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel kuna di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan (misalnya seperti dalam Kitab Ester 4:1, 3). Dalam Mazmur 102:10 penyesalan juga digambarkan dengan "memakan abu": "Sebab aku makan abu seperti roti, dan mencampur minumanku dengan tangisan." Biasanya pemberian tanda tersebut disertai dengan ucapan, "Bertobatlah dan percayalah pada Injil."

Seringkali pada hari ini bacaan di Gereja diambil dari Alkitab, kitab II Samuel 11-12, perihal raja Daud yang berzinah dan bertobat.

Banyak orang Katolik menganggap hari Rabu Abu sebagai hari untuk mengingat kefanaan seseorang. Pada hari ini umat Katolik berusia 18–59 tahun diwajibkan berpuasa, dengan batasan makan kenyang paling banyak satu kali, dan berpantang.

Rabu Abu jatuh pada tanggal-tanggal berikut di tahun-tahun mendatang:

* 2010 - 17 Februari
* 2011 - 9 Maret
* 2012 - 22 Februari
* 2013 - 13 Februari
* 2014 - 5 Maret
* 2015 - 18 Februari
* 2016 - 10 Februari
* 2017 - 1 Maret
* 2018 - 14 Februari
* 2019 - 6 Maret

Pantang dan Puasa

Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus. Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.(KHK 1251-1252)

Jadi sebagai orang Katolik wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Jadi, selama masa Prapaskah, kewajiban puasa hanya dua hari saja. Yang wajib berpuasa adalah semua orang beriman yang berumur antara delapan belas (18) tahun sampai awal enam puluh (60) tahun.

PUASA berarti:
makan kenyang hanya satu kali dalam sehari.
Untuk yang biasa makan tiga kali sehari, dapat memilih
Kenyang, tak kenyang, tak kenyang, atau
• Tak kenyang, kenyang, tak kenyang, atau
• Tak kenyang, tak kenyang, kenyang

Orang Katolik wajib berpantang pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat sampai Jumat Suci. Jadi hanya 7 hari selama masa PraPaskah.
Yang wajib berpantang adalah semua orang katolik yang berusia empat belas (14) tahun ke atas.

PANTANG berarti
• Pantang daging, dan atau
• Pantang rokok, dan atau
• Pantang garam, dan atau
• Pantang gula dan semua manisan seperti permen, dan atau
• Pantang hiburan seperti radio, televisi, bioskop, film.

Karena begitu ringannya, kewajiban berpuasa dan berpantang,
sesuai dengan semangat tobat yang hendak dibangun,
umat beriman,
baik secara pribadi, keluarga, atau pun kelompok,
dianjurkan untuk menetapkan cara berpuasa dan berpantang yang lebih berat. Penetapan yang dilakukan diluar kewajiban dari Gereja, tidak mengikat dengan sangsi dosa.

Dalam rangka masa tobat, maka pelaksanaan perkawinan juga disesuaikan. Perkawinan tidak boleh dirayakan secara meriah.

ARTI PUASA dan PANTANG

PUASA adalah tindakan sukarela Tidak makan atau tidak minum Seluruhnya, yang berarti sama sekali tidak makan atau minum apapun Atau sebagian, yang berarti mengurangi makan atau minum.

  • Secara kejiwaan, Berpuasa memurnikan hati orang dan mempermudah pemusatan perhatian waktu bersemadi dan berdoa.
  • Puasa juga dapat merupakan korban atau persembahan.
  • Puasa pantas disebut doa dengan tubuh, karena dengan berpuasa orang menata hidup dan tingkah laku rohaninya.
  • Dengan berpuasa, orang mengungkapkan rasa lapar akan Tuhan dan kehendakNya. Ia mengorbankan kesenangan dan keuntungan sesaat, dengan penuh syukur atas kelimpahan karunia Tuhan. Demikian, orang mengurangi keserakahan dan mewujudkan penyesalan atas dosa-dosanya di masa lampau.
  • Dengan berpuasa, orang menemukan diri yang sebenarnya untuk membangun pribadi yang selaras. Puasa membebaskan diri dari ketergantungan jasmani dan ketidakseimbangan emosi. Puasa membantu orang untuk mengarahkan diri kepada sesama dan kepada Tuhan.

Itulah sebabnya, puasa Katolik selalu terlaksana bersamaan dengan doa dan derma, yang terwujud dalam Aksi Puasa Pembangunan.
Semangat yang sama berlaku pula untuk laku PANTANG.
Yang bukan semangat puasa dan pantang Katolik adalah:

  • Berpuasa dan berpantang sekedar untuk kesehatan: diet, mengurangi makan dan minum atau makanan dan minuman tertentu untuk mencegah atau mengatasi penyakit tertentu.
  • Berpuasa dan berpantang untuk memperoleh kesaktian baik itu tubuh maupun rohani.

SABDA TUHAN SEHUBUNGAN DENGAN PUASA


"Melalui nabi Yesaya, Tuhan bersabda:
Berpuasa yang Kukehendaki ialah,
Supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman
Dan mematahkan setiap kuk
Supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya
Dan mematahkan setiap kuk,
Supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar
Dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tidak mempunyai rumah
Dan apabila kamu melihat orang telanjang
Supaya engkau memberi dia pakaian
Dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.
Pada waktu itulah
Engkau akan memanggil dan Tuhan akan menjawab
Engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku
Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu
Dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah
Apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri
Dan memuaskan hati orang tertindas
Maka terangmu akan terbit dalam gelap
Dan kegelapanmu akan seperti bintang rembang tengah hari"

Dalam kotbah di bukit, Yesus bersabda tentang puasa:

“Apabila kamu berpuasa,
Janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.

Tetapi apabila engkau berpuasa,
minyakilah kepalamu
Dan cucilah mukamu
Supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa


Melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

*dikutip dari berbagai sumber

- Christ & Sylvia

Rabu, 9 Maret 2011: Kebaikan yang Sungsang

Kebaikan yang Sungsang (Amos 5:7-15)


Sungsang adalah istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan posisi bayi yang terbalik saat menjelang kelahirannya. Pada posisi normal, kepala bayi berada di bawah dan pantatnya di bagian atas. Pada posisi sungsang, posisi kepala bayi ada di atas sedangkan pantatnya di ba-wah. Sungsang artinya sesuatu yang seharusnya benar, tetapi kenyataannya berkebalikan.

Kondisi sungsang ini pun terjadi pada kehidupan umat Israel pada zaman Amos. Kebaikan diputarbalikkan. Kejahatan dianggap sebagai kebaikan (ayat 7). Orang kaya menginjak-nginjak orang miskin. Orang yang berkuasa menindas orang-orang tak berdaya. Teguran dari orang lain dianggap sepi dan orang yang menegur pun dibenci. Lalu, semua kejahatan yang mereka lakukan dianggap benar menurut pandangan mereka sendiri. Bahkan dengan enteng dan tanpa merasa berdosa, mereka tetap berani merayakan upacara keagamaan seperti memberi persembahan korban bagi Allah (ayat 21,22).

Dalam kondisi kejahatan yang seperti ini, Allah mengutus Amos—seorang peternak, orang biasa bukan politikus atau pejabat—untuk menegur kejahatan penguasa-penguasa Israel saat itu. Allah tidak mau kebenaran diputarbalikkan. Allah memperingatkan agar mereka segera bertobat dari kejahatan mereka dan tidak lagi meng¬anggap kejahatan sebagai kebaikan supaya mereka terhindar dari murka Allah (ayat 14, 15).

Allah tidak pernah tinggal diam ketika kebaikan di dunia ini diinjak-injak. Oleh sebab itu, mari dengarkan nasihat Allah hari ini: Bencilah yang jahat. Cintailah kebaikan. Tegakkanlah keadilan.

KEBENARAN DAN KEBAIKAN AKAN SELALU DITEGAKKAN
DI HADAPAN TUHAN


sumber: renunganharian.net - Riand Yovindra

Selasa, 08 Maret 2011

Selasa 8 Maret 2011: Malu ah

Malu, ah!(Roma 1:16-17)


Kala berbincang dengan rekan nonkristiani, saya biasa memperkenalkan diri sebagai penulis, penerjemah, dan penyunting—tanpa menyinggung aktivitas pelayanan di gereja. Apabila ditanyai buku apa yang saya tulis, saya cenderung menjawab secara umum, “Macam-macam—ada humor, fiksi, artikel, ulasan film … dan juga renungan.” Saya pun baru menyodorkan kartu pendeta untuk keperluan strategis: mendapatkan diskon biaya sekolah atau ongkos pengobatan. Singkatnya, saya tergolong lebih suka tidak mencerita¬kan identitas iman saya.

Jelas, saya perlu belajar dari Paulus, yang ”tidak malu terhadap Injil” (ayat 16 TBR). Terjemahan Baru LAI menyebutkan, ia mempunyai ”keyakinan yang kokoh dalam Injil”. Ia menyadari betul hakikat dan kekuatan Injil untuk menyelamatkan manusia berdosa. Meskipun menghadapi berbagai penganiayaan dan penindasan, dengan penuh keyakinan ia memberi-takannya setiap kali ada kesempatan. Barangkali ia juga pernah merasa gentar, tetapi hal itu tidak menjadikannya undur. Kepada jemaat di Efesus ia meminta, ”(Berdoalah) juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara” (Efesus 6:19,20).

Apakah Anda, seperti saya, mengalami kesulitan dalam bersaksi tentang Injil? Bagaimana kalau kita mencari satu atau beberapa orang saudara seiman, dan saling mendoakan seperti permintaan doa Paulus di atas?

PENGERTIAN AKAN HAKIKAT BERITA INJIL
DAPAT MENGUBAH RASA MALU MENJADI KEYAKINAN YANG KOKOH


Penulis: Arie Saptaji

Senin, 07 Maret 2011

Senin 7 Maret 2011: Diburu tetap bersyukur

Diburu, Tetap Bersyukur (Mazmur 57)


Ada banyak hal yang bisa membuat tempat kerja tidak menyenangkan. Mungkin sang atasan yang bersikap otoriter, atau gemar merendahkan bawahan. Atau, rekan kerja yang suka bergosip, menggunjingkan teman sendiri. Atau, senior yang suka menekan. Atau, alasan lain yang lebih khusus. Jika Anda merasa demikian, mari belajar dari Daud.

Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul menarik untuk Mazmur 57: “Diburu Musuh, tetapi Ditolong Allah”. Mazmur ini ditulis ketika Daud diburu Saul dan harus melarikan diri ke gua-gua. Ketika itu Daud berseru memohon belas kasihan Allah (ayat 2-4). Ia menceritakan kesulitan yang ia hadapi (ayat 5,7). Dan, yang menjadi kunci kemenangan Daud adalah: ia terus ber-syukur serta berharap kepada kemuliaan, kasih setia, dan kebaikan Tuhan (ayat 6,7-12).

Kita mungkin tidak diburu musuh, tetapi diburu atasan yang otoriter, rekan kerja yang tidak mau bekerja sama, atau hal-hal lain yang membuat kita tak nyaman bekerja. Sikap mengomel, menyalahkan keadaan, dan memprotes tidak akan memperbaiki keadaan, bahkan kerap kali justru memperburuk. Ketika kita “diburu” hal-hal demikian, contohlah Daud. Ia berseru kepada Tuhan dan mengandalkan Dia. Ia bersyukur dan berharap pada kasih setia Tuhan. Pada waktu-Nya, Dia mengangkat Daud menjadi Raja Israel.

Kalau Tuhan sanggup menolong Daud, tentu Dia sanggup menolong kita juga. Namun, sudahkah kita mencontoh sikap Daud? Tetap bersikap benar, menjagai hati, dan terus memuliakan Tuhan di tempat kerja? Tidak berkecil hati, dan tetap berpaut kepada Tuhan?

TEMPAT KERJA ADALAH LADANG DI MANA TUHAN MEMINTA KITA
TAK HANYA MENCARI PENGHIDUPAN TETAPI JUGA MEMPRAKTiKKAN IMAN


sumber: renunganharian.net - Grace Suryani

-Christ & Sylvia

Sabtu, 05 Maret 2011

Sabtu 5 Maret 2011: Sungai yang kering

Sungai yang Kering (Wahyu 2:1-5)


Setiap kali ke kampung halaman Papa, kami harus melewati sebuah sungai. Saya ingat, waktu SD saya harus menyeberangi sungai itu dengan sangat hati-hati karena sungai itu begitu lebar dan airnya sangat deras. Namun, kini sungai itu telah kering. Sungai itu—kata para penduduk—perlahan-lahan semakin dangkal, sampai kini tampak seperti badan jalan saja. Hanya batu-batu besar yang masih ada menjadi pertanda bahwa dulu di tempat itu pernah ada sebuah sungai besar.

Hidup rohani kita juga bisa “mengering”. Tadinya, jemaat Efesus begitu taat dan bekerja sungguh-sungguh untuk Tuhan. Bahkan, mereka rela menderita dan tak kenal lelah melakukan pelayanan (ayat 2,3). Namun Tuhan mencela mereka, karena mereka menjadi “kering” (ayat 5). Mereka menganggap diri hebat, paling benar, paling suci. Mereka terjatuh dalam kesombongan rohani dan kehilangan kasih mula-mula. Itu sebabnya, Tuhan mendesak mereka bertobat dan kembali pada kasih yang semula.

Kekeringan rohani bisa melanda siapa saja. Jemaat Efesus adalah buktinya. Proses itu biasanya berlangsung perlahan, seperti sungai kenangan saya—yang perlahan mendangkal dan akhirnya mengering. Kekeringan rohani itu bahkan bisa terjadi tanpa disadari. Dan, kita bisa mengalami kejatuhan yang amat dalam. Mari periksa kondisi rohani kita saat ini. Perhatikanlah, apakah kita masih bersukacita penuh atas hidup kita, pelayanan kita, dan doa-doa kita? Apakah kita masih bisa menikmati pujian dan penyembahan kita? Apakah hati kita nyaman beribadah dalam hadirat-Nya? Jika ada “sesuatu” yang terasa berbeda, segera temukan lagi semangat rohani kita agar tidak ”telanjur mengering”

JANGAN BERHENTI MEMERIKSA KESEHATAN ROHANI KITA

AGAR KITA DIDAPATI TERUS HIDUP DAN BERTUMBUH DI DALAM TUHAN


sumber : www.renunganharian.net - Fotarisman Zaluchu

-Christ & Sylvia