Senin, 31 Januari 2011

Rabu, 2 Februari 2011: Roti Gosong

Roti Gosong (Roma 15:7)

Ketika saya kecil, saya masih ingat, ibu suka membuat makanan untuk makan malam kami. Malam itu, ibu meletakkan di depan ayah sebuah piring berisi telur, sosis dan roti yang gosong terbakar.

Saya ingat sekali, saya menantikan reaksi semua orang, apakah mereka tahu bahwa roti ayah gosong terbakar. Tetapi ayah saya mengambil rotinya dan memakannya seperti biasa. Ia seolah tidak merasakan pahitnya roti yang gosong itu, malah ia tersenyum kepada ibu dan bertanya kepada saya, apakah saya menikmati pelajaran sekolah hari itu. Aku tidak ingat apa jawabanku malam itu kepada ayah, tetapi aku ingat ia menikmati setiap gigitan roti yang gosong itu. Ketika aku meninggalkan meja makan, aku mendengar ibu meminta maaf untuk roti yang gosong itu. Dan aku masih ingat ayah berkata, "Sayang, aku suka roti gosong."

Ketika aku memberikan ciuman kepada ayahku malam itu, aku bertanya kepadanya, "Ayah, apa ayah betul-betul suka roti gosong?" Ayah meraih dan merangkul aku dengan tangannya, dan ia berkata, "Sayang, ibumu sudah bekerja keras seharian dan dia betul-betul lelah. Di samping itu, roti gosong tidak akan pernah mencelakai siapa pun juga."

Hidup ini penuh dengan hal-hal yang tidak sempurna dan orang-orang yang tidak sempurna. Kita sendiri bukan orang yang terbaik di dalam bidang kita, ada banyak hal yang seringkali terlupakan oleh kita atau kita lakukan dengan salah, bahkan kita pernah lupa hari ulang tahun pernikahan kita sendiri, sama seperti yang juga dilakukan oleh orang lain. Oleh karena itu, mari kita belajar untuk menerima satu dengan yang lain apa adanya dan tidak menuntut orang lain berlaku dengan sempurna sementara kita sendiri juga masih banyak kekurangan. Yang paling penting kita lakukan di dunia ini adalah membangun hubungan yang sehat dan yang kekal, yang bertumbuh ke arah Dia.

Sikap saling menerima seperti ini tidak hanya berlaku di dalam hubungan suami-istri atau orang tua dan anak, tetapi juga dengan sesama kita di kantor, di gereja, di lingkungan kita, di kampus, dan di manapun kita berada selama masih ada manusianya dan manusia itu pasti tidak ada yang sempurna.

Dua kunci utama untuk dapat menerima orang lain apa adanya adalah:

Pertama, ingatlah bahwa Tuhan Yesus telah menerima kita apa adanya, dengan segala kekurangan dan keberdosaan kita. Kita berharga di mata-Nya dan Ia tidak melihat kita dengan segala kekurangan kita. Ia menerima kita dan terus berusaha menuntun kita menuju ke kesempurnaan.

Kedua, pikirkanlah bahwa diri kita pun juga tidak sempurna, ada atau mungkin juga banyak kekurangannya, dan kita pun bisa berbuat kesalahan yang sama dengan yang dibuat orang lain. Jangan penuhi hati dan pikiran kita dengan tuntutan, tetapi penuhilah dengan sikap penerimaan yang positif, ini akan membantu orang lain juga untuk bertumbuh lebih baik.

-Christ & Sylvia

Selasa, 1 Februari 2011

Makam Terbuka (Pengkhotbah 11:9-12:8)


Eugene Peterson, pendeta dan penerjemah Alkitab, menceritakan pengalamannya berkunjung ke biara Benediktin Kristus di Gurun. Ketika hendak makan siang, mereka melewati kompleks pemakaman. Anehnya, di situ ada satu makam yang terbuka. Eugene menanyakan siapa anggota biara yang baru saja meninggal. ”Tidak ada,” jawab orang yang mengantarnya. ”Makam itu disiapkan untuk siapa saja yang meninggal berikutnya.” Begitulah, tiga kali sehari, setiap kali mereka berjalan menuju ruang makan, anggota biara itu diingatkan akan perkara yang lebih sering kita tepiskan: kematian. Salah satu dari mereka mungkin akan menjadi yang berikutnya.

Budaya dunia cenderung menepiskan kematian. Banyak dongeng tentang batu bertuah yang dapat membuat orang awet muda atau hidup abadi. Di dunia modern, aneka produk anti penuaan juga menjamur. Kita diiming-imingi ilusi untuk menikmati kehidupan ini selama mungkin dan dalam kondisi tubuh sebugar mungkin. Firman Tuhan, sebaliknya, sangat realistis.

Pengkhotbah mendorong kaum muda untuk menikmati kemudaannya, tetapi sekaligus menyodorkan fakta akan kematian kepada mereka. Kematian bisa menjemput kapan saja. Tanpa memandang umur kita. Tanpa memandang kondisi tubuh kita. Tanpa kita duga-duga.

Pengkhotbah pun menawarkan resep hidup yang jitu: ”Ingatlah akan Penciptamu.” Ingatlah bahwa hidup ini hanya ”barang pinjaman”. Perlakukanlah secara bijaksana. Dan, karena kita tidak pernah tahu kapan masa pinjam itu habis, perlakukanlah setiap hari seolah-olah itu hari yang terakhir. Bagaimana kiranya kita akan menjalani hari terakhir kita?

BAYANG-BAYANG KEMATIAN JUSTRU DAPAT MENYADARKAN KITA

AKAN BETAPA BERHARGANYA KEHIDUPAN INI


sumber: www.renunganharian.net - Arie Saptaji

-Christ & Sylvia

Senin, 31 Januari 2011: Tuntutan

Tuntutan (Lukas 12:47,48)


Saya memiliki seorang teman yang menjadi kepala sekolah. Ia adalah orang yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Gaji guru dan karyawan beberapa kali dinaikkan agar standar hidup mereka membaik. Namun, di sisi lain ia pun menuntut agar semua karyawan dapat memberikan yang terbaik untuk sekolah tersebut. Ia tidak segan-segan untuk marah dan menegur karyawan yang malas dan tidak melakukan hal yang seharusnya.

Dalam bacaan hari ini, Tuhan Yesus berbicara tentang tuntutan; siapa yang diberi banyak akan dituntut banyak pula. Itu sudah hukumnya. Tuhan tidak akan pernah memberikan sesuatu kepada manusia, apabila hal itu akan mereka sia-siakan. Dia akan menuntut pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang diberikan kepada kita. Ini bukan berarti Tuhan tidak rela memberikannya kepada kita, melainkan Dia ingin agar semua yang ada pada kita dapat dipakai secara maksimal sesuai dengan tujuan yang Allah kehendaki. Dan, tentunya Allah tidak akan sembarangan memberikan sesuatu kepada manusia. Allah tidak akan memberi cangkul kepada pemain sepak bola, atau gergaji kepada tukang masak. Allah tetap akan memberikan bola kepada pemain sepak bola dan gergaji kepada tukang kayu. Selanjutnya, Allah akan menuntut agar bola dan gergaji itu digunakan secara maksimal oleh masing-masing pribadi tersebut.

Seberapa besar kita menyadari segala pemberian Tuhan dan seberapa besar kita memahami tuntutan-Nya? Bagaimana dengan waktu, kepintaran, talenta atau bakat, bahkan harta yang Tuhan berikan kepada kita? Apakah kita sudah menggunakannya sesuai tuntutan Allah?

INGATLAH BAHWA KETIKA SUATU BERKAT DIBERIKAN

BERARTI ADA MANDAT DI DALAMNYA YANG MESTI KITA KERJAKAN


Sumber: www.renunganharian.net - Riand Yovindra

-Christ & Sylvia

Minggu, 30 Januari 2011

Minggu, 30 Januari 2011: Allah Yang Mahakudus

Allah Yang Mahakudus(Keluaran 20:18-21)



Bayangkan Anda sedang mengikuti sebuah ibadah. Sayangnya, dua jemaat yang duduk di depan Anda asyik berbisik-bisik. Sementara itu, jemaat lain yang duduk di belakang Anda sesekali tertawa cekikikan bersama teman di sebelahnya. Dan, ketika doa sedang dipanjatkan, sebuah telepon genggam berdering membuyarkan kekhusyukan ibadah yang sedang berlangsung.

Kini, coba kita beralih membayangkan suasana yang sama sekali berbeda, seperti yang diceritakan oleh apa yang kita baca hari ini. Saat itu segenap bangsa Israel sedang berkumpul untuk menghadap Tuhan. Dan, di hadapan-Nya, mereka semua gentar menyaksikan kekudusan dan kemuliaan-Nya. Begitu gentarnya mereka sampai-sampai mereka meminta Musa agar mewakili mereka. Dapat dipastikan saat itu tak seorang pun berani berbicara sendiri satu sama lain dan mengabaikan Allah.

Allah yang disaksikan bangsa Israel itu sesungguhnya sama dengan Allah yang kita hampiri setiap Minggu dalam ibadah di gereja. Dia adalah Allah Yang Mahakudus. Benar, karya Kristus memungkinkan kita untuk menghampiri Dia dengan penuh keberanian saat ini (Ibrani 4:16). Akan tetapi, itu bukan berarti kita kemudian tidak perlu menghormati-Nya, dan boleh mengabaikan-Nya dengan tidak sungguh-sungguh berkonsentrasi selama ibadah. Ibadah adalah pertemuan kita dengan Allah sendiri Yang Mahakudus. Itu sebabnya kita harus senantiasa mengarahkan seluruh hati, pikiran, dan perhatian hanya kepada-Nya—saat menyanyikan lagu pujian, mendengarkan firman Tuhan, dan mengikuti seluruh rangkaian ibadah yang kita hadiri.

SEBAB ALLAH YANG KITA SEMBAH MAHAKUDUS

KIRANYA TUBUH DAN HATI KITA PUN SEDIA BERSUJUD


sumber: www.renunganharian.net - Alison Subiantoro

-Christ & Sylvia

Kamis, 27 Januari 2011

Jumat, 28 Januari 2011: Hati yang Berbelas Kasih

Hati yang Berbelas Kasih (Ester 4:7-16)


Pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi di Yogyakarta kembali bergolak. Banyak orang di lereng Merapi berupaya menyelamatkan diri. Namun, satu keluarga tak dapat mengungsi karena terjebak di rumah mereka. Pada malam mencekam itu, seorang pemuda bernama Pandu Bani Nugraha mendengar berita itu. Ia segera mengupayakan evakuasi bersama dua rekannya. Sayang, debu vulkanik yang begitu tebal menutup jalan menghentikan niat dua rekannya. Akhirnya, hanya Pandu yang tetap bertekad naik untuk melakukan evakuasi. Pandu hanya memiliki satu keinginan: agar semua anggota keluarga itu dapat diselamatkan, tanpa memperhatikan keselamatan dirinya.

Posisi Pandu saat itu serupa dengan yang dialami Ester. Haman, yang diberi kedudukan tinggi oleh Raja Ahasyweros, ingin membunuh semua orang Yahudi. Ester, yang juga seorang Yahudi dan telah diangkat sebagai ratu, menjadi satu-satunya harapan yang bisa menyelamatkan bangsa Yahudi. Namun, itu berarti ia harus berani menanggung risiko berat, sebab tak seorang pun diizinkan berbicara kepada raja apabila raja tidak memanggil. Risikonya adalah hukuman mati. Dan, Ester sungguh-sungguh mengambil risiko itu. Dengan dukungan dari seluruh bangsa Yahudi—yang berpuasa dan berdoa baginya.

Pengalaman Pandu dan Ester ini mengajak kita untuk punya hati yang berbelas kasih kepada sesama. Tak banyak orang yang terpanggil untuk melayani sesama dengan sepenuh hati, dengan menyingkirkan egoisme diri. Adakah orang yang membutuhkan uluran tangan dan kepedulian Anda saat ini? Ambillah bagian untuk melakukan sesuat.

IZINKAN TUHAN MENYENTUH HATI ANDA DENGAN KASIH BAGI SESAMA


sumber: www.renunganharian.net G. Dyah Paramita P.K.

-Christ & Sylvia

Kamis, 27 Januari 2011: Pakaian Kerajaan

Pakaian Kerajaan (2 Kor 5:17)




"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."

Suatu hari seorang pengemis yang tinggal di pelataran istana melihat pengumuman yang ditempel di tembok istana. "Setiap orang yang memakai pakaian kerajaan boleh mengikuti perjamuan". Pengemis itu memandang tubuhnya yang dibalut pakaian lusuh dan berpikir, "tidak mungkin aku bisa ikut dalam perjamuan itu". Namun ia tidak kehabisan akal, ia mendekati penjaga istana dan mengutarakan keinginannya untuk datang ke perjamuan. Penjaga mengijinkan pengemis itu masuk dan bertemu raja. Raja pun berkata, "engkau ingin bertemu aku?", "Benar yang mulia, aku ingin mengikuti perjamuan yang tuan adakan tapi aku tidak punya pakaian kerajaan" kata si pengemis.

Akhirnya raja memanggil putranya, "Bawa pengemis itu ke kamarmu, dan berikan kepadanya pakaian kerajaan yang kaumiliki." Lalu putra raja berkata pada si pengemis " dengan pakaian itu engkau dapat menghadiri perjamuan, tetapi setelah engkau memakai pakaian kerajaan ini, kau tidak boleh memakai lagi pakaian yang lain lagi". "Ok terima kasih" kata si pengemis. Tetapi ketika hendak keluar istana, ia melihat pakaian kumal nya lagi dan ia mulai ragu , "bagaimana kalau aku memerlukan lagi pakaian itu" pikirnya, maka ia pun membawa pulang lagi pakaian kumal itu.

Ketika tiba malam perjamuan, pengemis itu datang dengan pakaian kerajaan, tetapi dia membawa pakaian kumalnya dalam kantong plastik. Semua mata tertuju pada bungkusan itu, mereka menganggap itu sesuatu yang tidak pantas. Raja memandangnya dengan sedih dan saat itu pengemis baru ingat pesan putra raja bahwa ia tidak memerlukan pakaian lamanya.

Sebagai orang percaya kita telah diundang masuk dalam keluarga Tuhan dan menikmati hak istimewa sebagai anak-anak Raja. Penebusan melalui darah Yesus itulah yang menjadi "pakaian kerajaan" yang melayakkan kita untuk bisa datang kepada Bapa. Tetapi, syaratnya adalah meninggalkan cara hidup yang lama, segala macam dosa dan kebiasaan dari orang yang tidak mengenal Tuhan. Begitu banyak orang yang sudah menerima Kristus tapi masi hidup dengan cara lama. Biarlah kita terus mengenakan "pakaian kerajaan" dengan hidup dalam kebenaran.

dikutip dari manasorgawi
-Christ & Sylvia

Selasa, 25 Januari 2011

Rabu, 26 Januari 2011: Jalan Kebahagiaan

Jalan Kebahagiaan (Mazmur 1)

Apa lagi yang kurang dari hidup Kurt Cobain? Ia masih muda, berusia 27 tahun, kaya, dan terkenal di seantero dunia. Ia adalah vokalis Nirvana, grup musik rok terkenal asal Amerika. Pada 1991, lagu yang diciptakannya, Smell Like Teen Spirit, sempat sangat populer di Amerika dan Inggris. Namun, suatu hari pemuda itu ditemukan bunuh diri dengan pistol setelah mengonsumsi heroin.

Kurt Cobain tidak sendiri. Kita bisa membuat daftar sangat panjang, tentang orang kaya dan terkenal—yang dalam pandangan umum dianggap sudah tidak kekurangan apa-apa—tetapi hidupnya merana dan depresi. Bahkan, tidak sedikit yang berakhir tragis. Itu menunjukkan bahwa kekayaan dan popularitas tidak menjamin kebahagiaan hidup. Sukses lahiriah tidak serta-merta menjadi petunjuk ”sukses batiniah”.

Lalu adakah jalan yang bisa mengantar kita meraih kebahagiaan? Ada. Seperti yang ditunjukkan oleh pemazmur. Orang akan berbahagia kalau tidak hidup di jalan orang fasik (ayat 1), dan kalau ia suka akan firman Tuhan (ayat 2). Orang yang bahagia akan seperti pohon di tepi aliran sungai, berbuah dan tidak layu daunnya (ayat 3). Dengan kata lain, kebahagiaan akan mengimbas kepada orang lain, tidak hanya menjadi milik pribadi.

Itu berarti: (1) Kalau kita tidak kaya dan tidak populer, jangan berkecil hati, sebab itu bukan berarti kita tidak bisa bahagia. (2) Tetapi kalau kita kaya dan populer, mesti tetap berhati-hati agar jangan lupa diri, sebab dengan itu semua tidak serta-merta hidup kita bahagia. Malah kalau tidak waspada, itu semua justru bisa membawa bencana.

KEBAHAGIAAN TIDAK BERGANTUNG PADA MATERI

NAMUN PADA TUHAN YANG MENJADI SUMBER DAMAI DI HATI


Sumber: www.renunganharian.net - Ayub Yahya

-Christ & Sylvia

Senin, 24 Januari 2011

Selasa 25 Januari 2011: Moving forward

Moving Forward (Lukas 9:51-56)



Di rumah-rumah orang Meksiko, hampir selalu ada patung hias berbentuk katak. Katak melambangkan cara pandang terhadap kehidupan, yang disukai dan dianut oleh kebanyakan orang Meksiko. Yakni bahwa katak senantiasa melompat maju. Tak pernah melompat mundur. Begitulah semestinya orang menjalani kehidupan. Harus bergerak ke masa depan, tak terus melongok atau berhenti pada masa silam. Berpengharapan dan meraih kesempatan yang ada di depan. Tidak mengubur diri dalam penyesalan atas apa yang sudah lewat.

Injil Lukas melukiskan sosok Yesus sebagai Pribadi yang sedang menuju ke satu arah: Yerusalem. Kalimat “Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (ayat 51) menegaskan hal itu. Yerusalem menjadi tujuan-Nya untuk merampungkan misi Bapa-Nya. Namun, untuk ke sana ada banyak rintangan, baik dari luar maupun dari para murid-Nya. Andai Dia merisaukan semua itu, Yesus tak akan pernah sampai di Yerusalem. Sebaliknya, sejak peristiwa yang terjadi di pedesaan Samaria ini, maka semakin jelas dan konsisten Yesus melangkah ke depan. Menatap dan melangkah ke Yerusalem.

Terus melangkah dan menatap ke depan memang tak mudah. Terlalu banyak masalah kehidupan yang seolah-olah ingin memaksa kita berhenti. Kita bisa saja terus berkubang dalam kolam kegagalan, kesulitan, dan penyesalan yang melumpuhkan. Ingatlah simbol katak. Dan yang terpenting, ikutilah langkah Tuhan Yesus. Yang lalu biarlah berlalu. Berdamailah dengan masa silam. Raihlah tujuan masa depan. Bersama Yesus, buatlah satu langkah maju hari ini.

YESUS SUDAH MEMBERI TELADAN

SAMBUTLAH TANGAN-NYA YANG MENGGANDENG ANDA UNTUK MAJU


Sumber: www.renunganharian.net - Pipi Agus Dhali

- Christ & Sylvia

Minggu, 23 Januari 2011

renungan mingguan: Mari, ikutlah Aku

Mari, ikutlah Aku (Mat 4:12-23)



Pada masa itu, Tuhan mengajak Simon Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk menjadi "penjala" manusia. Itulah panggilan Tuhan bagi mereka. Tuhan mengajak mereka keluar dari kotak mereka, keluar dari kehidupan sehari-hari mereka untuk berkarya bersama Yesus. Di jaman sekarang panggilan itu tidak hanya semata untuk menjadi pelayan Tuhan full time dan hidup selibat (misal menjadi biarawan/biarawati/pastor). Tetapi panggilan Tuhan yang mengajak kita keluar dari "kotak" keseharian kita.

Kotak di sini bisa berupa lingkungan kita, bisa berupa pikiran kita. Pemikiran yang menghambat kita, malas, atau dalam keadaan putus asa seringkali menyebabkan kita membuat "kotak" bagi diri kita sendiri. Membatasi diri sendiri. Misalnya saja, ada ajakan untuk menjadi seorang diakon. Kita membatasi diri dengan berpikir "Apakah saya memang layak?" atau bisa pula berpikir "Ah malas, lebih baik saya nonton TV saja". Dengan berpikir demikian kita sudah memberi kotak pada diri kita sendiri.

Tuhan memanggil kita untuk keluar dari kotak kita. Untuk apa? Supaya kita juga bisa berguna untuk orang lain. Tidak hanya di lingkungan keluarga. Lebih mudahnya, berani keluar dari kotak berarti kita berani memberikan sebagian hidup kita untuk orang lain. Menjadi berguna untuk orang lain. Rela mengorbakan kepentingan atau kesenangan pribadi demi orang lain.

Tuhan memberkati.

*dari homili Gereja Katolik Santo Paulus - Bandung

-Christ & Sylvia

Selingan renungan: Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya

Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya (Mat21:28-32)

(Renungan Gereja Katolik St. Andreas - Kedoya, Jakarta)




"Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya." (Mat21:28-32)

Berefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes dari Salib, imam dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Jujur, apa adanya atau transparan itulah suatu keutamaan yang sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan masa kini, mengingat dan memperhatikan kebohongan dan sandiwara kehidupan atau korupsi masih marak di sana-sini. Dalam kisah warta gembira hari ini antara lain diceritakan perihal dua anak: pertama mengatakan ya tetapi tidak melaksanakan sedangkan anak kedua dengan jujur mengatakan tidak bisa. Anak kedua inilah yang menerima pujian dan pembenaran dari Yesus. “Jujur pasti hancur”, demikian rumor yang sering beredar. Memang benar hidup dan bertindak jujur akan hancur untuk sementara tetapi akan mujur selama-lamanya. Hidup dan bertindak jujur berarti menghayati iman pada Yang Tersalib, siap sedia dan rela menderita sementara demi kebahagiaan atau keselamatan selama-lamanya. Maka dengan ini kami mengajak anda semua untuk mawas diri: sejauh mana buah perjalanan iman sampai kini berbuahkan kejujuran? “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur – Balai Pustaka , Jakarta 1997, hal 17). Kita berharap kepada para penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi serta pakar hukum dst.. sungguh dengan jujur melaksanakan tugas pengutusan atau kewajibannya sehari-hari. Secara khusus juga kami ingatkan kepada para orangtua atau bapak-ibu untuk sedini mungkin mendidik anak-anaknya hidup dan jujur bertindak jujur kapanpun dan dimanapun.

· “Di antaramu akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan mencari perlindungan pada nama TUHAN” (Zef3:12). Semoga kita termasuk orang “yang rendah hati dan lemah, …mencari perlindungan pada nama Tuhandalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Ingatlah dan hayati bahwa kita berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan, bahwa kita dapat hidup seperti saat ini hanya karena kemurahan dan kasih Tuhan yang telah kita terima melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita. Entah berapa orang yang telah berbuat baik kepada kita, kiranya tak satu orangpun di antara kita mampu menghitung atau mengingat kembali semua kebaikan yang telah kita terima. Maka selayaknya kita hidup dan bertindak dengan rendah hati, tidak sombong dan tidak angkuh.

Dia yang kita tunggu-tunggu kedatanganNya sungguh rendah hati, dan hanya dalam kerendahan hati kita akan mampu melihat, menikmati dan mengimani kedatanganNya. “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur – Balai Pustaka, Jakarta 1997, hal 24). Kita berharap dengan semakin berpengalaman, semakin tua/tambah umur, semakin kaya akan harta benda atau uang, semakin pandai/cerdas, semakin tinggi fungsi atau jabatan dalam hidup bersama dst.. hendaknya semakin rendah hati. Jika tidak rendah hati berarti tidak beriman, tidak percaya pada Tuhan, pada penyelenggaraanNya. Tuhan berkarya dimana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu, maka baiklah sebagai umat beriman kita senantiasa mengusahakan perlindungan pada nama Tuhan.

Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.” (Mzm34:2-36-7)

dikutip dari homili Rm I.Sumarya, SJ

-Christ & Sylvia

Sabtu, 22 Januari 2011

Senin 24 Januari 2011: Pertobatan Si Atlet

Pertobatan Si Atlet (1 Korintus 3:6-11)



Seorang pemuda ateis sedang menjalani pelatihan untuk menjadi peloncat indah Olimpiade. Ia memiliki seorang sahabat kristiani, yang banyak bersaksi kepadanya dan berusaha membawanya kepada Tuhan. Akan tetapi, si pemuda tak pernah menanggapi. Suatu malam, ia pergi ke kolam indoor di kampusnya untuk berlatih sendirian. Semua lampu padam ketika itu. Namun, karena bulan sangat cerah, ia merasa sudah cukup ada penerangan untuk menemaninya berlatih. Ia pun naik ke papan loncat yang paling tinggi.

Ketika ia berbalik dan merentangkan tangan, ia mendapati bayangan tubuhnya di dinding berbentuk salib. Tiba-tiba saja, bayangan salib itu menyentuh hatinya, dan semua kesaksian sahabatnya terngiang jelas. Maka, ia tak jadi meloncat, tetapi malah berlutut dan berdoa memohon agar Tuhan masuk ke dalam hatinya. Ketika ia bangkit berdiri setelah berdoa, seorang petugas kampus masuk dan menyalakan lampu. Baru pada saat itulah si pemuda melihat bahwa kolam renang di bawahnya, ternyata sedang dikeringkan, sebab hendak ada perbaikan. Tuhan menyelamatkannya pada waktu yang sangat tepat!

Ketika kita menabur kesaksian tentang Tuhan dan firman-Nya, ketika kita melayani seseorang atau sekelompok orang, ketika kita mendoakan seseorang, barangkali kita tak bisa segera melihat hasilnya. Namun, jangan berkecil hati apalagi berhenti melakukannya. Sebab ketika firman-Nya ditaburkan, Roh Allah akan bekerja dan melanjutkannya dalam diri orang-orang yang menerimanya. Lakukan saja pelayanan kita dengan cara terbaik sebagai kawan sekerja-Nya (ayat 9), lalu serahkan hasilnya kepada Dia (ayat 6,7)

TERUS TABURKAN FIRMAN DENGAN SETIA

SELANJUTNYA TUHAN AKAN BERKARYA SEMPURNA


sumber: www.renunganharian.net - Agustina Wijayani

-Christ & Sylvia

Jumat, 21 Januari 2011

Minggu: 23 Januari 2011: Sampai kapan?

Sampai Kapan? (Maleakhi 3:1-3, 2 Korintus 3:18)

Tahukah Anda bagaimana seorang pengrajin perak memurnikan perak dari lempengan perak biasa menjadi lempengan yang indah dan bernilai? Untuk memurnikan dan mentahirkan perak, perak tersebut harus dipanaskan dalam perapian dengan suhu sangat tinggi. Ini dimaksudkan agar bagian-bagian yang tidak diperlukan dapat dibuang dan yang tersisa hanya perak murni.

Sebagaimana disebutkan dalam Maleakhi 3:3, seorang tukang perak harus duduk selama proses pemurnian. Namun, ia bukan duduk santai melihat perak yang dibakar. Ia duduk persis di dekat perapian sambil memegang perak yang dipanaskan dengan bantuan penjepit. Ia harus berjaga memperhatikan dengan saksama proses yang sedang berlangsung di depan matanya dan bersiap-siap menarik perak tersebut jika telah selesai. Sedikit saja ia terlambat, perak tersebut bisa hancur.

Kehidupan kita juga serupa seperti perak yang sedang dimurnikan. Kita harus melewati proses yang tidak selalu menyenangkan, bahkan cenderung membuat kita merasa tidak nyaman. Namun, seperti tukang perak yang duduk di dekat perapian sambil “memegang” peraknya, demikianlah Tuhan menjagai kita agar melewati setiap proses dengan baik dan tidak sampai hancur.

Kadang kita memang bertanya, “Sampai kapan, Tuhan?” Bagi seorang tukang perak, sangat mudah mengetahui jika peraknya sudah benar-benar murni, yaitu ketika ia dapat melihat wajahnya tercermin dari logam yang sedang dibakarnya. Demikian juga, dalam setiap proses yang kita alami, Tuhan memastikan bahwa hanya Dia yang tercermin dalam kehidupan kita (2 Korintus 3:18)

TUHAN MURNIKANLAH SAYA

SAMPAI HANYA TUHAN YANG TERCERMIN MELALUI HIDUP SAYA


Sumber: www.renunganharian.net - G. Sicillia Leiwakabessy

- Christ & Sylvia

Kamis, 20 Januari 2011

Sabtu, 22 Desember 2011: Sabar adalah pilihan

Sabar adalah pilihan (2 Sam 16:5-14)



Dedi Warsiman, nama seorang teman lama yang sulit dilupakan. Yang membuat kami sulit melupakan adalah karena keteladanan hidupnya yang sangat nyata bagi kami yaitu kesabarannya. Bagaimanapun orang memarahi dia, mengejek, dia tidak menunjukkan dendam, dia hanya membalas dengan senyuman. Saat kami bertanya bagaimana caranya bisa sesabar itu, dia menjawab: " Kesabaran itu pilihan, kita bisa memilih untuk sabar atau tidak sabar." Jawaban ini sungguh bijaksana, sekaligus mengajak kami untuk berusaha memilih bersikap benar (sabar) di dalam menanggapi apapun.

Di sekitar kita ada banyak orang dengan karakter yang berlainan, karenanya sikap mereka pun berbeda-beda. Ada yang menyenangkan, ada yang menjengkelkan. Ada yang membuat kita tersenyum, ada yang membuat kita kesal. Ada yang sepertinya tidak pernah bosan menyakiti orang lain, egois, ada pula yang selalu berusaha menjaga diri agar tidak menyakiti orang lain. Ada yang pasif maupun aktif. Ada yang pendiam dan cerewet. Sebagai manusia tentu kita akan merespon seluruh sikap orang-orang di sekitar kita. Tetapi sikap kita dalam menghadapi mereka ditentukan oleh diri kita sendiri. Kita bisa memilih untuk marah atau tersenyum. Kita bisa memilih santai atau serius. Kita bisa memilih dendam atau memaafkan dan melupakan. Kita juga bisa memilih untuk tak acuh atau reaktif.

Banyak contoh di Alkitab yang menggambarkan perbedaan sikap:
1. Sepuluh pengintai memilih untuk bersikap takut sementara Yosua dan Kaleb memilih berani
2. Saul menanggapi keberadaan Daud dengan kebencian, sementara Yonatan dengan kasih
3. Daud menanggapi kutukan Simei dengan tenang sementara Abisai menanggapi dengan kemarahan
4. Ketika Yesus lahir, Herodes menanggapi dengan ketakutan dan kemarahan, sementara orang Majus dan para gembala menanggapi dengan sukacita

Sebagai orang Kristiani sudah seharusnya kita merespon situasi dengan benar. Sabar dan bijaksana, jangan sampai respon kita hanya menuruti keinginan daging saja. Memang tidak mudah tapi bukan berarti mustahil. Jangan sampai respon kita menjadi batu sandungan bagi orang lain dan bahkan mungkin menimbulkan masalah baru. Dengan kekuatan kuasa Roh Kudus, kita harus mengambil sikap yang membawa berkat bagi orang lain. God be with us :)

*dikutip dari Manasorgawi

- Christ & Sylvia

Jumat, 21 Desember 2011: Kemunafikan

Kemunafikan (Matius 23:13, 23-28)



Apabila dipikir-pikir, ada yang ”aneh” dengan tugas seorang calo bus. Setiap hari ia berteriak-teriak agar banyak orang di terminal menaiki bus yang akan menuju kota tertentu. Mencari dan membujuk begitu rupa para calon penumpang, sebanyak mungkin. Namun, ia sendiri tetap tinggal di terminal. Ia tidak masuk ke bus itu.

Bacaan kita hari ini menunjuk pada sekelompok orang yang melakukan hal serupa dengan calo bus, yakni hidup para ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka adalah orang-orang yang tahu dan mempelajari Kitab Suci, tahu tentang surga dan neraka. Sayangnya, mereka malah merintangi banyak orang untuk masuk ke surga karena mereka menjadi “batu sandungan” dengan kemunafikannya. Dengan demikian, ironisnya, mereka sendiri tidak masuk ke surga (ayat 13).

Kesaksian hidup kita yang baik sebagai garam dan terang tentu sangat mendukung pemberitaan kita tentang Kristus dan Kerajaan Surga. Sebab ada banyak orang yang tertarik dan mau percaya kepada Kristus, tetapi kemudian mengurungkan niat begitu melihat orang-orang kristiani tidak menjadi teladan yang baik. Maka, sebenarnya orang tidak menolak Kristus, tetapi menolak “orang-orang kristiani” yang tidak punya kesaksian hidup yang baik. Seperti cawan dan pinggan yang dibersihkan sebelah luarnya (ayat 25), seperti kuburan yang dicat putih (ayat 27). Orang yang “di sebelah luar tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam penuh kemunafikan dan kedurjanaan” (ayat 28). Kiranya hidup kita dijauhkan dari kemunafikan, hingga hidup kita menarik orang kepada Kristus!

JAUHI SEGALA KEMUNAFIKAN AGAR KESAKSIAN KITA MENARIK JIWA KEPADA TUHAN

SUmber: www.renunganharian.net - Andreas Christanday

-Christ & Sylvia

Selingan: Doa Damai

Tuhan, Jadikanlah aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
Memahami dari pada dipahami, mencintai dari pada dicintai,
Sebab dengan memberi aku menerima
Dengan mengampuni aku diampuni
Dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya. Amin

(Santo Fransiskus Asisi)

Rabu, 19 Januari 2011

Kamis, 20 Januari 2011 : Ditolak karena ceroboh

Ditolak Karena Ceroboh(Amsal 6:6-11)


Salah ketik dalam surat lamaran dapat menghilangkan kesempatan memperoleh pekerjaan. Orang yang salah ketik dianggap ceroboh dan dikhawatirkan akan melakukan kecerobohan jika diterima bekerja. Itu hasil survei terhadap 100 eksekutif senior di Kanada pada 2009. Lebih dari separuh responden menyatakan, satu salah ketik saja dalam daftar riwayat hidup sudah cukup membuat pelamar tersingkir. Sebanyak 28 persen menolak pelamar yang membuat dua kesalahan, dan hanya 19 persen yang masih mau mempertimbangkan lamaran orang yang membuat empat atau lebih kesalahan. Salah ketik yang sering dilakukan, antara lain ”Dear Sir and Madman” (seharusnya Madam, sedangkan madman berarti orang gila).

Salomo menegaskan fatalnya konsekuensi yang harus ditanggung oleh orang ceroboh. Orang yang ceroboh dipandang cenderung bekerja tergesa-gesa. Ia bertindak tanpa kecermatan, tanpa perhitungan yang matang, suka mencari jalan pintas, mengabaikan pertimbangan benar atau salah atas cara-cara yang ditempuhnya. Akibatnya, ia mendatangkan kerugian, bagi dirinya dan bagi orang yang mengandalkan pekerjaannya. Dan, biaya untuk menutupi kerugian ini cenderung lebih mahal daripada jika tugas itu dikerjakan secara cermat sejak awal.

Tuntutan kerja bisa jadi menggoda kita untuk bertindak secara ceroboh. Untuk mengatasinya, Salomo mengajak kita belajar dari semut. Mereka pekerja yang rajin dan tekun, penuh inisiatif, tahu apa yang mesti dilakukan tanpa harus disuruh-suruh. Mereka menggunakan sebaik-baiknya setiap kesempatan yang ada, penuh pertimbangan, siap mengantisipasi kebutuhan masa depan

KECEROBOHAN ITU LEBIH MAHAL

DAN LEBIH MENGURAS ENERGI DARIPADA KECERMATAN


sumber: www.renunganharian.net - Arie Saptaji

-Christ & Sylvia

Selasa, 18 Januari 2011

Rabu, 19 Januari 2011: Menghargai kehidupan

Menghargai Kehidupan(Mazmur 88)


Anak lelaki itu terlahir cacat tanpa dua tangan. Dua kakinya pun tak sempurna, tak cukup kokoh untuk menopangnya berdiri. Apabila “berjalan”, ia harus menggulingkan badannya di lantai. Namun, yang membuat saya terkesan tatkala melihatnya melalui tayangan televisi adalah sorot matanya. Tegas. Berani. Gigih. Di panti penampungan itu, ia disayangi dan dilatih untuk mandiri. Dengan jemari kakinya yang mungil, ia mampu memakai dan melepas baju, makan, menggosok gigi, menulis, melukis. Ia dibuang orangtuanya sewaktu bayi. Kini usianya sudah 10 tahun. Kehidupan tidak ramah kepadanya, tetapi ia menjalaninya dengan tangguh.

Orang Yahudi di masa Perjanjian Lama sangat menghargai kehidupan. Sebab, hanya ketika hiduplah manusia dapat berkiprah ini dan itu. Di alam maut, semua nihil dan mustahil. Maka, umur panjang dipandang sebagai berkat dan kemuliaan (Amsal 3:16). Hidup lebih baik daripada mati. “Anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang mati,” kata Pengkhotbah. Jika Tuhan berkenan, hidup patut dipertahankan dan diperjuangkan. Bahkan ketika penyakit mengancam, doa dan pengharapan untuk hidup tak boleh surut. Pergumulan ini tertuang jelas dalam Mazmur 88. Dalam menghargai hidup, ada perjuangan untuk mempertahankan dan menjalaninya.

Apakah kita menghargai kehidupan? Bagaimana dengan kenyataan banyak janin digugurkan? Bom teror diledakkan? Penggunaan narkoba yang mempertaruhkan masa depan dan nyawa? Apalagi kecenderungan bunuh diri? Menghargai kehidupan memang butuh perjuangan. Ketangguhan bocah cacat itu menggugah sekaligus menantang. Hidup karunia Tuhan layak dijalani dengan tangguh

SIAPA SAJA YANG MENGHORMATI TUHAN, IA MENGHARGAI KEHIDUPAN

SEBAB TUHANLAH PENCIPTA KEHIDUPAN


Sumber: www.renunganharian.net Pipi Agus Dhali

-Christ & Sylvia

Selingan: kisah empat lilin




Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.

Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka
Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.”
“Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.”
“Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah Cinta.”
“Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam.
Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

“Akulah HARAPAN.”
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!

-Christ & Sylvia

Senin, 17 Januari 2011

Selasa 18 Januari 2011 : Bukan pekerja biasa

Bukan Pekerja Biasa(Kejadian 39:1-6,20-23)


Dr. Cai Ming Jie, seorang Ph.D. lulusan Stanford University, memutuskan untuk menjadi seorang sopir taksi setelah kehilangan pekerjaannya. Dr. Cai Ming Jie tidak hanya berani menghadapi hidup dengan melakukan pekerjaan yang mungkin jauh dari impiannya, tetapi juga berusaha melakukan yang terbaik. Ia mencatat pengalamannya sebagai sopir taksi dalam sebuah blog: A Singapore Taxi Driver’s Diary. Itu menjadikannya bukan “sopir taksi biasa”.

Yusuf juga pernah mempunyai pekerjaan yang bukan merupakan impiannya. Menjadi budak, jelas bukan cita-cita Yusuf, si anak orang kaya. Namun apa daya, ia dijual dan harus menjadi budak. Pilihannya hanya dua. Sekadar menjadi budak atau menjadi budak yang baik. Dalam situasi sulit itu, Tuhan menyertai Yusuf (ayat 2,3). Penyertaan Tuhan menjadikannya budak yang tidak biasa. Ia menjadi budak yang “berkuasa” (ayat 4,5). Karena difitnah, Yusuf bahkan turun lebih rendah lagi. Ia menjadi narapidana. Namun kali ini pun, Tuhan tetap menyertai Yusuf, sehingga ia kembali menjadi bukan narapidana biasa, tetapi narapidana yang “berkuasa” (ayat 21-23).

Andai Anda sedang berada di lingkungan pekerjaan yang bukan pilihan Anda, jangan bekerja sekadarnya. Jangan menjadi pegawai biasa. Guru biasa. Dokter biasa. Percayalah, dunia bisa tidak adil terhadap Anda, tetapi Tuhan selalu adil. Kunci keberhasilan kita ada pada Tuhan, bukan pada dunia. Tanggung jawab kita, bukan menuntut ini dan itu, tetapi berjalan bersama Tuhan dan bekerja sebaik-baiknya. Tuhan akan memampukan kita memberi yang terbaik di tengah kondisi yang tak ideal sekalipun

TUHAN DIMULIAKAN DI TEMPAT KITA BERKARYA

HINGGA KITA MENJADI BUKAN PEKERJA BIASA


Sumber: www.renunganharian.net - Grace Suryani

- Christ & Sylvia

Selingan motivasi: Transformasi Elang




ELANG merupakan jenis unggas yg mempunyai umur paling panjang di dunia, dpt mencapai 70 thn. Tapi utk mencapai umur itu seekor elang hrs membuat keputusan besar pd umurnya yg ke 40.

Saat umur 45 thn, cakarnya mulai menua, paruh menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dada. Sayapnya mjd sgt berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga menyulitkan saat terbang.

Saat itu, ia hanya mempunyai 2 pilihan: Menunggu kematian atau menjalani proses transformasi yg menyakitkan selama 150 hari.

Saat melakukan transformasi itu, ia harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung utk kemudian membuat sarang di tepi jurang, berhenti dan tinggal di sana selama proses berlangsung.

Pertama, ia hrs mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dr mulutnya, dan kemudian menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yg baru tumbuh itu, ia hrs mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yg baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yg panjang dan menyakitkan.

5 bulan kemudian, bulu2 yg baru sudah tumbuh. Ia mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, ia mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi!

Dalam kehidupan, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yg BESAR untuk memulai sesuatu proses PEMBARUAN. Berani membuang kebiasaan2 lama yg mengikat, meskipun itu adalah sesuatu yg menyenangkan dan melenakan.

Tantangan terbesar untuk berubah ada DIDALAM DIRI SENDIRI.

-Christ & Sylvia

Minggu, 16 Januari 2011

Senin 17 Januari 2011

Siapa Tinggi, Siapa Rendah?(Lukas 18:9-14)


Kerajaan yang Sungsang, demikian judul buku Donald Kraybill. Buku ini hendak mengatakan betapa tata nilai yang diterapkan Yesus kerap kali berkebalikan dengan tata nilai yang dianggap wajar oleh dunia. Contohnya: orang Farisi yang taat beragama disalahkan, pemungut cukai yang menindas rakyat dibenarkan.

Orang Farisi membayar perpuluhan dengan tak bercacat. Mereka tidak merampok, tidak berzina. Bahkan, mereka berpuasa. Namun, Yesus mengkritik mereka karena mereka merasa sudah tidak butuh belas kasihan Allah. Ketepatan mereka dalam melaksanakan hukum memberi rasa puas begitu rupa, sehingga belas kasih Allah tak lagi dianggap penting. Mereka merasa sudah beres ketika telah mematuhi semua peraturan dan ketetapan. Ada rasa bangga, komplit, dan puas. Ini yang membedakan orang Farisi dengan si pemungut cukaiyang sangat sadar bahwa ia berdosa dan butuh rahmat Tuhan. Orang Farisi bangga dengan kesuciannya, pemungut cukai sadar akan dosanya. Yesus menunjukkan bahwa yang menyadari dosanya akan dibenarkan, sedang yang puas dengan kesalehannya, tidak. Inilah ”kerajaan yang sungsang” itu.

Sangat baik jika kita melakukan perintah-perintah-Nya. Sangat menyenangkan bagi Tuhan jika kita tidak melanggar peraturan-Nya. Itu memang kehendak Tuhan. Namun, apabila kita telah mencapai hal-hal itu, jangan sampai kita kemudian ”merasa saleh” hingga tidak memerlukan belas kasih Allah lagi. Apabila kita jujur, sesungguhnya ketika berjuang untuk hidup seperti Yesus, kita terus bergumul dengan banyak kelemahan dan kesalahan. Maka, kita ini tak pernah dapat hidup tanpa belas kasihan Tuhan

JANGAN PUAS DENGAN KEBAIKAN DIRI SENDIRI

SEBAB YANG TERBAIK DARI KITA PUN TAK MENYELAMATKAN


Sumber: www.renunganharian.net - Daniel K. Listijabudi

-Christ & Sylvia

Sabtu, 15 Januari 2011

Minggu, 16 Januari 2011: Komitmen

Komitmen (Ams 22:29)

Umumnya perusahaan besar memiliki standar penilaian terhadap kelayakan seorang karyawan naik pangkat/dipromosikan, yaitu berdasarkan komitmen dan karakter, juga performance. Bukan hanya performance/kompetensi yang menjadi tolok ukur.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari ke sawah. "Kau tidak perlu memaksa anakmu bekerja keras, tanaman itu akan tetap tumbuh subur" kata teman petani. "Aku tidak sedang memupuk tanamanku, tapi aku menumbuhkan rasa tanggung jawab di hidup anakku". Ternyata membina seorang anak untuk bertanggung jawab itu bisa dengan melatih dia agar rajin bekerja.

Seorang pemuda menjalani masa percobaan di sebuah toko sepeda. Suatu hari seseorang membawa sepedanya yang rusak untuk diperbaiki. Selain memperbaiki, pemuda ini mencuci sepeda hingga bersih, Perbuatannya ditertawakan oleh temannya yang juga dalam masa percobaan. Tetapi besoknya pemilik sepeda datang dan anak itu direkrut menjadi pegawainya. Ternyata untuk memenangkan hati atasan cukup mudah, cukup punya inisiatif di atas rata-rata mereka yang cuek

Suatu Ketika Mercedez Benz owner memiliki masalah dengan kran air di kamar mandi dalam rumahnya. Kran tersebut selalu bocor sampai Big Boss Marcedez itu khawatir akan keselamatan anaknya yang mungkin saja dapat terpeleset dan jatuh. Mengikuti rekomendasi temannya, Mr. Benz menghubungi tukang ledeng agar memperbaiki kran miliknya. Akhirnya dibuat perjanjian untuk memperbaiki yaitu 2 hari kemudian. Karena si tukang ledeng cukup sibuk. Sama sekali si Tukang ledeng tidak mengetahui bahwa si penelpon adalah termasuk orang penting, pemilik perusahaan mobil terbesar di Jerman. Setelah ditelpon, satu hari kemudian si tukang ledeng menghubungi Mr. Benz untuk menyampaikan ucapan terima kasih karena telah bersedia menunggu hingga satu hari lagi. Mr. Benz-pun kagum atas pelayanan si tukang ledeng dan cara berbicaranya. Hari berikutnya pada hari yang telah ditentukan, si tukang ledeng datang untuk memperbaiki kran yang bocor di rumah Mr. Benz. Setelah diutak-atik, akhirnya kran pun selesai diperbaiki dan setelah menerima pembayaran atas jasanya, si tukang ledeng pulang. Sekitar 2(dua) minggu kemudian setelah hari itu, si tukang ledeng menelpon Mr. Benz untuk menanyakan apakah kran yang telah diperbaiki sudah benar-benar beres dan tidak ada masalah yang timbul? Ternyata Mr. Benz puas akan kerja si tukang ledeng dan mengucapkan terima kasih atas pelayanan si tukang ledeng. Mr. Benz berpikir, bahwa orang ini pasti orang yang hebat walaupun hanya tukang ledeng. Beberapa bulan kemudian Mr. Benz merekrut si tukang ledeng untuk bekerja di perusahaannya. Tahukah Anda siapa namanya? Ya, dialah Christopher L. Jr. Saat ini jabatannya adalah General Manager Customer Satisfaction and Public Relation di Mercedez Benz.



Kebiasaan yang baik perlu dijaga, Amsal 22:29 "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya?Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang hina" Jadi orang yang rajin, terampil, berkomitmen, dan tak kenal menyerah semakin hari akan ditambahkan kapasitasnya. Kemanapun ia melangkah akan mendapat posisi baik.

Paculah diri menjadi orang yang setia, berkarakter baik, memiliki keunggulan, niscaya kita akan berdiri di hadapan raja-raja.

- Christ & Sylvia

Jumat, 14 Januari 2011

Sabtu 15 Januari 2011: Murid, Bukan Suporter

Murid, Bukan Suporter (Lukas 14:25-35)


Banyak orang yang “gila” sepak bola memutuskan untuk menjadi anggota fans club sebuah tim sepak bola. Biasanya mereka akan selalu menonton tatkala tim yang didukungnya berlaga, entah langsung pergi ke stadion ataupun melalui layar kaca. Yang menarik, biasanya mereka juga suka memakai atribut tim kebanggaannya tersebut; mulai dari kaos, selendang, sampai rela mengecat wajahnya dengan warna yang identik dengan tim kesayangannya. Mereka bisa berpesta tatkala timnya menang, juga sedih dan marah tatkala timnya kalah. Namun, itu hanya terjadi selama beberapa saat.

George Barna, seorang peneliti kristiani, menulis dalam bukunya Menumbuhkan Murid-Murid Sejati, bahwa banyak orang kristiani yang suka menjadi ”suporter” Kristus, tetapi tidak menjadi murid Kristus. Banyak orang tertarik pada kekristenan, tetapi tidak sungguh-sungguh berkomitmen kepada Kristus. Dalam bacaan hari ini, Yesus memberikan beberapa syarat untuk menjadi murid-Nya. Dan, jika kita tidak dapat memenuhi syarat tersebut, kita tidak layak menjadi murid-Nya. Memang syarat yang disampaikan Tuhan lebih banyak berupa kiasan dan tidak dapat diartikan secara harfiah. Namun, dari syarat-syarat tersebut kita mendapati bahwa Tuhan tidak ingin orang mengikut Dia hanya berdasarkan rasa tertarik. Orang itu harus berkomitmen dan mau membayar harga.

Orang kristiani seperti apakah kita? Suporter atau murid? Orang yang hanya senang memakai atribut kekristenan atau sungguh-sungguh memiliki komitmen dan berani membayar harga untuk mengikut Kristus? Apabila hanya sebatas suporter, kita tidak layak menjadi murid-Nya

hanya sebatas suporter, kita tidak layak menjadi murid-Nya

JANGAN HANYA SENANG MEMAKAI ATRIBUT KEKRISTENAN

JADILAH MURID YANG SEBENAR-BENARNYA


sumber: www.renunganharian.net - Riand Yovindra

- Christ & Sylvia

Kamis, 13 Januari 2011

Jumat, 14 Januari 2011: Khawatir

Khawatir( Matius 6:25-34)



Jika saya adalah Abraham, saya pasti sudah khawatir—karena anak perjanjian dari Tuhan tak kunjung datang. Itu sebabnya, Abraham sampai memperistri Hagar. Jika saya adalah Yakub, saya pasti sudah khawatir—bagaimana jika kelak akan bertemu Esau, setelah hak kesulungannya dirampas. Itu sebabnya, ia sampai mempersiapkan persembahan ternak untuk membujuk Esau.

Khawatir itu suatu perasaan yang manusiawi. Akan tetapi, tidaklah baik apabila kita terus-menerus tenggelam di dalamnya. Saat kekhawatiran itu datang, setidaknya ada dua sikap yang cenderung kita ambil. Pertama, kita menyerah. Terlalu berfokus pada masalah, hingga masalah tersebut menjadi begitu besar dan menguasai diri, hingga membentuk keyakinan kita. Akibatnya, kita kehilangan sukacita dan semangat. Menjadi lumpuh dan tak berdaya. Kedua, kita memilih menempuh jalan pintas. Terlalu percaya diri, mengandalkan kekuatan sendiri. Nekat. Saat kehilangan akal sehat, tindakan didasarkan pada emosi sesaat. Keduanya tidaklah membangun.

Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap apabila kekhawatiran itu melanda? Redamlah kekhawatiran itu, dengan mengisi hati dan pikiran kita dengan pengharapan. Lalu, berserah dan berharap kepada Tuhan saja. Berserah dengan keyakinan bahwa bunga di padang pun Dia hiasi (ayat 28-30). Sambil tetap berharap dengan keyakinan di dalam doa.

Jadi, saat Anda khawatir, janganlah putus berharap. Jalani hari ini dengan ringan bersama Tuhan. Serahkan rencana hari esok di tangan-Nya. Percayalah, Dia Mahakuasa menopang kita

KEKHAWATIRAN MENGINGATKAN AKAN BETAPA LEMAHNYA KITA

SEKALIGUS BETAPA BESARNYA KASIH PEMELIHARAAN TUHAN


Sumber: www.renunganharian.net - Davis Yohanes Arifin

- Christ & Sylvia

Rabu, 12 Januari 2011

Kamis, 13 Januari 2011: Berani Hidup

Berani Hidup (Filipi 1:12-26)

Dalam pertandingan atau peperangan, kerap ada sebutan “pasukan berani mati”. Mereka punya semangat tinggi dan siap mempertaruhkan segala milik mereka, bahkan sampai mati, demi memperoleh apa yang mereka perjuangkan. Semangat berani mati bisa mendorong seseorang untuk sungguh-sungguh berjuang. Namun, semangat “berani mati” juga terkadang disalahgunakan orang yang ditekan persoalan hidup. Berani mati karena ia sudah menyerah. Lalu mengakhiri hidup dan berpikir kematian adalah jalan keluar terbaik untuk bebas dari masalah

Dalam bacaan hari ini, kita membaca bahwa Paulus adalah orang yang berani mati. Ia menghadapi segala tantangan berat dalam upaya memberitakan Injil. Namun, ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan: Jika ia masih hidup, itu dihayatinya sebagai “hidup untuk Kristus”—bukan untuk diri sendiri. Dan jika ia mati, ia menyebutnya “keuntungan”. Maka, ia berserah apakah Tuhan hendak memintanya mati atau hidup. Namun selama masih hidup, ia hidup dengan keberanian bersama Tuhan yang ia layani. Ia berani mati, tetapi ia juga berani hidup!

Dalam hidup ini, pernahkah Anda berhadapan dengan keraguan untuk melangkah? Kita diingatkan untuk memiliki semangat “berani mati” bagi Tuhan, yang berarti mau terus maju untuk melakukan segala sesuatu—dalam situasi sesulit apa pun—demi menaati firman-Nya. Bukankah semangat ini juga yang dimiliki oleh para martir? Akan tetapi, kita juga dipanggil untuk memiliki semangat “berani hidup”. Tidak memilih untuk melarikan diri atau mengelak saat persoalan menghadang, tetapi berani menghadapi dan menyelesaikannya bersama Dia yang memberi kita kekuatan.

SESUNGGUHNYA SETIAP DETIK YANG KITA JALANI

ADALAH HIDUP UNTUK KRISTUS BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI


Sumber: www.renunganharian.net - Helen Aramada Setyoputri

- Christ & Sylvia

Selasa, 11 Januari 2011

Rabu, 12 Januari 2011: Target yang sesungguhnya

Target yang sesungguhnya (Mat 25:40)



Suatu hari, mahasiswa melihat sebuah papan target darts besar tergantung di tembok. Tak jauh dari sana, ada meja dengan banyak anak panah di atas meja. Selain itu juga terdapat banyak perlengkapan untuk menggambar.

Dosen memasuki ruangan dan berkata: "Masing-masing ambillah kertas, gambarlah orang yang tidak anda suka, yang membuatmu marah". Dan semua pun menggambar dan secara bergilir mereka menyematkan gambarnya pada papan target dan mulai melempari gambar dengan anak panah. Beberapa mahasiswa menunjukkan kebencian dan rasa puas ketika melempari gambar itu. Ada yang tertawa, ada yang berteriak. Tak lama waktu habis dan dosen menyuruh mereka kembali ke kursi masing-masing.

Dosen itu menurunkan papan target dari tembok. Yang tampak adalah wajah Yesus yang penuh lubang. Suasana pun hening. Sang dosen berkata singkat, "apa yang kaulakukan terhadap sesama, kamu melakukannya terhadap Yesus." Puluhan mata mahasiswa menitikkan air mata.

Yoh 14:15 berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku". Kasih kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kasih kepada sesama. Janganlah menyimpan kebencian kepada seseorang, ingatlah apa yang kita lakukan pada sesama, kita lakukan itu pada Yesus, Tuhan kita.

dikutip dari Mana Sorgawi

- Christ & Sylvia

Selasa 11 Januari 2011: Mata rantai kebaikan

Mata Rantai Kebaikan(Pengkhotbah 11:1-8)


Sudah cukup lama seorang nenek melambai tangan di pinggir jalan, di sebuah malam yang hujan. Akhirnya, seorang pria mau berhenti. Si nenek meminta tolong agar pria tadi memperbaiki mobilnya yang mogok. Sejam berlalu dan mobil itu siap dipakai lagi. Merasa sangat berterima kasih, si nenek hendak memberi sejumlah uang. Akan tetapi, pria itu menolak. Katanya, “Jika Ibu ingin berterima kasih, berikanlah kebaikan kepada orang lain yang Ibu temui sambil mengingat pertemuan kita ini.” Lalu, mereka berpisah.

Dua ayat pertama dari Pengkhotbah 11 mengungkap tentang menabur kebaikan. Hal yang perlu dilakukan kepada sebanyak mungkin pihak, agar sementara waktu berjalan, kebaikan itu terus “mengalir”. Pula, ada kalanya kebaikan itu bisa “kembali” kepada kita yang sudah memulainya. Bisa segera terjadi, atau lama sesudah kita menabur kebaikan tersebut.

Maksudnya tentu bukan supaya kita melakukan kebaikan sambil mengharapkan pahala. Pengkhotbah berpesan bahwa justru karena kita tidak tahu apa yang bakal terjadi, kita tidak boleh menunda berbuat kebaikan. Teruslah menabur kebaikan dengan rajin (ayat 4,6). Biarlah kebaikan itu terus tersalur seperti mata rantai. Mewarnai dunia dengan kasih. Pria dalam kisah di atas akhirnya mendapat manfaat yang kembali pada dirinya, setelah menunjukkan kebaikan kepada si nenek. Suatu hari, karena tergerak oleh belas kasih si nenek memberi uang kepada seorang pelayan restoran yang sedang hamil beserta catatan kecil, “Aku telah menerima kebaikan pada suatu malam yang hujan.” Dan, perempuan hamil itu adalah istri pria tadi.

BAGIKAN KEBAIKAN KEPADA SEBANYAK MUNGKIN ORANG

DAN HARAPKAN KEBAIKAN ITU TERUS BERULANG


sumber: www.renunganharian.net - Pipi Agus Dhali

- Christ & Sylvia

Senin, 10 Januari 2011

Senin,10 Januari 2010: Tuhan atas hari depan

Tuhan Atas Hari Depan
(Yeremia 29:10-14)


Kitab Yeremia berkisah tentang bangsa Israel yang menjalani masa pembuangan di Babel. Kembali menjadi bangsa budak; bangsa jajahan. Dalam situasi demikian, Yeremia mengirimkan surat kepada orang-orang Israel di pembuangan. Isinya seputar janji pemulihan Allah bagi Israel setelah masa tujuh puluh tahun pembuangan di Babel (ayat 10).

Isi surat Yeremia ini menjadi angin sejuk bagi Israel—yang dalam kondisi demikian bisa jadi mempertanyakan penyertaan Tuhan. Mereka adalah bangsa pilihan, tetapi harus mengalami pembuangan dan tak tahu masa depan mereka kelak. Betapa tidak, Yeremia memakai pernyataan yang senada dengan kata-kata Musa—pemimpin yang membebaskan Israel dari perbudakan Mesir. “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati” (ayat 13; bandingkan Ulangan 4:29). Ini tak ubahnya pengulangan perintah yang mengingatkan sekaligus meneguhkan mereka.

Seperti Israel yang ragu dan tak tahu pada masa depan mereka, kita pun buta akan hari depan. Namun, janji Tuhan pasti: memberikan hari depan yang penuh harapan (ayat 11). Syaratnya, kita sungguh-sungguh berseru, berdoa, dan mencari Dia dengan segenap hati—sabar dan setia di masa duka; bersyukur dan tetap mawas diri di kala suka. Lirik lagu dari buku Nyanyikanlah Kidung Baru no. 48 ini kiranya menguatkan kita: Tak kutahu ‘kan hari esok, namun langkahku tegap/Bukan surya kuharapkan, kar’na surya ‘kan lenyap/Oh tiada ku gelisah, akan masa menjelang/Ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang/Banyak hal tak kupahami, akan masa menjelang/Tapi t’rang bagiku kini, tangan Tuhan yang pegang.

TUHAN YANG MAHATAHU

MEMIMPIN KITA MENAPAKI HARI DEPAN YANG TAK PERNAH KITA TAHU


Sumber: www.renunganharian.net - Sunandar Sirait

Christ & Sylvia

Minggu, 09 Januari 2011

Renungan perayaan pembaptisan Yesus, Gereja Katedral St. Petrus Bandung

Hari raya pembaptisan Tuhan Yesus (Mat 3:13-17)



“The heavens were opened for Him and He saw the Spirit of God descending like a dove and coming upon Him. And a voice came from the heaven saying, ‘This is my beloved Son with whom I am well pleased.’(Mt.3:16-17).”

Yesus datang pada Yohanes di sungai Yordan untuk dibaptis. Pernahkah terpikir oleh kita, seorang yang jauh berada di atas kita (entah itu lebih kaya, lebih hebat, atau misalkan seorang pejabat) tahu tahu datang merendahkan diri dan meminta sesuatu pada kita padahal ia sendiri tidak memerlukannya? Sikap Yesus ini menunjukkan kerendahan hati yang sangat luar biasa, taat pada kehendak Bapa di surga ("Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Mat 3:15). Yesus taat pada kehendak Allah. Yesus merendahkan hati untuk dibaptis oleh manusia, tetapi tidak berarti Yesus menjadi terlihat rendah. Langit sendiri terbuka dan Bapa menyatakan Yesus sebagai putra-Nya yang terkasih. Bapa sendiri meninggikan Yesus.

Jadi? apakah makna pembaptisan Tuhan Yesus pada jaman sekarang ini? Salah satunya adalah kerendahan hati.

Sekarang, marilah kita bercermin. Kita sebagai manusia, yang jauh dari sempurna, apakah sudah merendahkan hati dalam hidup ini? Siapakah kita dibandingkan Tuhan kita Yesus Kristus?

Hendaklah kita menjadi rendah hati, tidak perlu takut kehilangan harga diri. Ada kalanya manusia meninggikan diri dan melakukan segala cara untuk meraih rasa hormat dari orang lain, dan bukan hal yang jarang dari sikap demikian malah menimbulkan rasa hormat yang semu dari orang lain. Memang tidak mudah untuk rendah hati, tetapi hendaklah kita belajar untuk menghargai orang lain di sekitar kita. Salah satu contoh paling sederhana adalah jangan sungkan meminta maaf jika kita tahu kita salah. Jangan marah bila orang menegur kesalahan kita, tetapi renungkan apakah betul kita sudah bersalah. Namun tidaklah perlu menyesali dan terus menerus terpuruk dalam rasa bersalah, tetapi hendaknya kita belajar dari kesalahan tersebut supaya kita menjadi semakin baik.

Minta maaf? Sepenting itukan? Minta maaf mungkin terlihat sepele, tetapi ada kalanya ini menjadi penentu perdamaian. Perselisihan kadang terjadi karena kita gagal menempatkan orang lain/mengakui orang lain sebagaimana mestinya. Kunci utama penyelesaian dari sebuah perselisihan kadang berada pada diri kita sendiri. Apa itu? Egoisme kita. Apakah kita sanggup menekan ego kita, untuk menyadari kesalahan kita dan meminta maaf. Apakah kita sanggup untuk menghargai saran/pendapat orang lain. Tidaklah mudah, tetapi bukan mustahil :)

Sebagai anak yang dikasihi Tuhan, marilah kita sama-sama merendahkan hati kita. Ingatlah Tuhan kita sendiri yang sudah memberi contoh kepada kita melalui peristiwa pembaptisan-Nya

God bless us all.

- Christ & Sylvia

Minggu, 9 Januari 2011: Disiplin

Disiplin (2 Timotius 3:10-17)


Korea Selatan kini merupakan salah satu negara yang disegani di dunia, dan dipandang berhasil membangun bangsanya. Mereka berhasil mencapai prestasi demikian dengan menanamkan kultur bangsa yang amat positif, yakni kultur bangsa yang sangat disiplin, selalu bekerja keras, pantang menyerah, dan tidak mau kalah dari bangsa lain. Ya, disiplin menjadi kunci keberhasilan bangsa Korea.

Kata disiplin sendiri berasal dari bahasa Latin, disciplina, yang berarti petunjuk; pengajaran; pendidikan. Dalam Oxford Dictionary, kata discipline berarti pelatihan—terutama atas akal budi dan kepribadian—demi menghasilkan kemampuan menguasai diri, juga kebiasaan untuk taat. Intinya ada pada pembentukan akal budi yang mendarah daging, yang melahirkan karakter yang taat berdasarkan kemauan hati, bukan sekadar karena takut terhadap hukuman.

Demikian pula sosok muda Timotius yang mempunyai kepribadian positif. Kepribadiannya tersebut merupakan hasil latihan kedisiplinan yang dilakukan Paulus. Paulus telah banyak memberinya kesempatan juga petunjuk, mengajar dan mendidiknya, selagi Timotius masih muda. Timotius selalu diingatkan untuk tetap berpegang pada kebenaran yang telah ia terima dan yakini (ayat 14). Belajar dari Timotius, baiklah kita juga menertibkan dan membiasakan diri untuk melakukan disiplin-disiplin rohani dengan kesadaran dan kerelaan. Baik doa pribadi, persekutuan dengan saudara seiman, maupun pembacaan dan perenungan firman. Sehingga, kita dapat disebut disciple of Jesus (murid Yesus), yang selalu mendengarkan pengajaran-Nya dan meneladani-Nya

MENJADI MURID YANG DISIPLIN BAGI YESUS

ADALAH TUGAS YANG MESTI DIJALANI SEUMUR HIDUP


Sumber: www.renunganharian.net - Eddy Nugroho

- Christ & Sylvia

Jumat, 07 Januari 2011

Sabtu, 8 Januari 2011: Pergilah dalam Damai

Sabtu, 8 Januari 2011:
Pergilah dalam Damai (Mrk 5:34, Luk 8:48)



RIP adalah tulisan yang ditemukan di batu nisan terutama batu nisan orang barat atau Kristiani. Singkatan dari Rest in Peace, yang artinya istirahat dalam damai. Terkadang saat pelepasan jenazah, seseorang mengucapkan istilah "pergilah dalam damai". Oleh sebab itu, saat ini orang memahami bahwa istilah itu istilah untuk orang yang meninggal dunia. namun sebenarnya juga masi layak dikenakan kepada orang yang masih hidup. Yesus mengucapkan istilah ini untuk perempuan yang sudah disembuhkan dari sakit pendarahan yang dia derita selama dua belas tahun itu. Terjemahan dari Alkitab bahasa Indonesia adalah "pergilah dengan selamat".

Konsep damai tidak hanya menyangkut masalah jiwa, tetapi juga menyangkut masalah fisik. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Yesus tidak sedang berbasa-basi ketika Dia mengucapkan "pergilah dalam damai" sebab Dia memang sudah memberikan damai itu. Yesus sudah memulihkan fisik perempuan tersebut, seklaipun dalam hal keuangan belum dipulihkan. Yesus juga memberikan damai di jiwanya yaitu dengan simpati yang diberikan pada perempuan itu, bahkan juga mungkin pengampunan yang sudah diberikan kepadanya. Sudah seharusnya perempuan itu meninggalkan Yesus dengan membawa damai tersebut. Di samping itu, damai juga tidak akan berhenti sesaat setelah dia meninggalkan Yesus, sebab pada dasarnya damai merupakan efek dari iman.

Orang yang bisa terus menikmati damai adalah orang yang beriman. Yesus tahu dan mengakui bahwa perempuan itu mempunyai iman. Imannya akan membuat dia akan tetap tegar, tidak khawatir dengan kesehatannya di hari esok. Imannya menjauhkan dia dari rasa gelisah untuk masalah ekonomi. Sekalipun sekarang ia tidak punya apa-apa, dia akan tetap tegar. Dia tetap beriman bahwa simpati yang ditunjukkan Yesus akan ditunjukan lagi kalau dia mengalami masalah.

Janji Yesus mengenai damai sudah nyata dalam diri perempuan itu seperti dikatakan di Yoh 14:27 "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang akan diberikan dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu"

Sebagai orang percaya, tentu kita sudah menerima damai dari Yesus, entah berupa ketenangan jiwa maupun fisik. Namun kita tidak akan terus menikmati damai itu jika kita tidak mendasari hidup kita dengan iman. Padahal sesungguhnya kita dituntut untuk bisa menyaksikan damai itu di hadapan sesama. Oleh sebab itu mari kita terus mempercayai Tuhan dan mempercayakan hidup kita pada Tuhan.

Bersyukurlah atas damai yang diberikan Tuhan, tunjukkan aplikasinya di hadapan sesama. In God we trust

dikutip dari mana sorgawi

- Christ & Sylvia