Minggu, 09 Januari 2011

Renungan perayaan pembaptisan Yesus, Gereja Katedral St. Petrus Bandung

Hari raya pembaptisan Tuhan Yesus (Mat 3:13-17)



“The heavens were opened for Him and He saw the Spirit of God descending like a dove and coming upon Him. And a voice came from the heaven saying, ‘This is my beloved Son with whom I am well pleased.’(Mt.3:16-17).”

Yesus datang pada Yohanes di sungai Yordan untuk dibaptis. Pernahkah terpikir oleh kita, seorang yang jauh berada di atas kita (entah itu lebih kaya, lebih hebat, atau misalkan seorang pejabat) tahu tahu datang merendahkan diri dan meminta sesuatu pada kita padahal ia sendiri tidak memerlukannya? Sikap Yesus ini menunjukkan kerendahan hati yang sangat luar biasa, taat pada kehendak Bapa di surga ("Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Mat 3:15). Yesus taat pada kehendak Allah. Yesus merendahkan hati untuk dibaptis oleh manusia, tetapi tidak berarti Yesus menjadi terlihat rendah. Langit sendiri terbuka dan Bapa menyatakan Yesus sebagai putra-Nya yang terkasih. Bapa sendiri meninggikan Yesus.

Jadi? apakah makna pembaptisan Tuhan Yesus pada jaman sekarang ini? Salah satunya adalah kerendahan hati.

Sekarang, marilah kita bercermin. Kita sebagai manusia, yang jauh dari sempurna, apakah sudah merendahkan hati dalam hidup ini? Siapakah kita dibandingkan Tuhan kita Yesus Kristus?

Hendaklah kita menjadi rendah hati, tidak perlu takut kehilangan harga diri. Ada kalanya manusia meninggikan diri dan melakukan segala cara untuk meraih rasa hormat dari orang lain, dan bukan hal yang jarang dari sikap demikian malah menimbulkan rasa hormat yang semu dari orang lain. Memang tidak mudah untuk rendah hati, tetapi hendaklah kita belajar untuk menghargai orang lain di sekitar kita. Salah satu contoh paling sederhana adalah jangan sungkan meminta maaf jika kita tahu kita salah. Jangan marah bila orang menegur kesalahan kita, tetapi renungkan apakah betul kita sudah bersalah. Namun tidaklah perlu menyesali dan terus menerus terpuruk dalam rasa bersalah, tetapi hendaknya kita belajar dari kesalahan tersebut supaya kita menjadi semakin baik.

Minta maaf? Sepenting itukan? Minta maaf mungkin terlihat sepele, tetapi ada kalanya ini menjadi penentu perdamaian. Perselisihan kadang terjadi karena kita gagal menempatkan orang lain/mengakui orang lain sebagaimana mestinya. Kunci utama penyelesaian dari sebuah perselisihan kadang berada pada diri kita sendiri. Apa itu? Egoisme kita. Apakah kita sanggup menekan ego kita, untuk menyadari kesalahan kita dan meminta maaf. Apakah kita sanggup untuk menghargai saran/pendapat orang lain. Tidaklah mudah, tetapi bukan mustahil :)

Sebagai anak yang dikasihi Tuhan, marilah kita sama-sama merendahkan hati kita. Ingatlah Tuhan kita sendiri yang sudah memberi contoh kepada kita melalui peristiwa pembaptisan-Nya

God bless us all.

- Christ & Sylvia