Kamis, 03 Maret 2011

Jumat 4 Maret 2011: Pembicara dan pendengar

Mrk.10:46-52;

“Banyak orang ingin menjadi pembicara ulung

daripada pendengar yang setia”

Renungan hari ini lebih sebagai sebuah pengajaran daripada sederet kata-kata indah dan sejuk di hati yang mengajakmu untuk bermenung. Akan tetapi, semoga dengan cara ini pun Anda mampu merenungkan tentang apa yang Anda telah buat dan sedang buat saat ini dalam hidup dan dalam doa-doamu.


Banyak orang terlalu yakin bahwa hanya imanlah yang dapat menyelamatkannya sehingga mengabaikan peranan perbuatan. Salah satu ayat yang mereka gunakan untuk membenarkan diri dan keyakinan mereka adalah apa yang tertulis dalam bagian terakhir dari Injil hari ini ketika Yesus berkata kepada Bartimeus; “Pulanglah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Mengajakmu untuk berdiskusi dan berdebat dalam renungan pagi ini tentunya bukan hal yang bijaksana, tetapi sekedar mengingatkanmu bahwa si buta Bartimeus harus menahan rasa malu dan marah ketika orang-orang di sekitarnya memaksannya untuk diam tapi ia terus berteriak; “Jesus, anak Daud, kasihanilah aku.” Banyak orang lupa bahwa si buta Bartimeus harus berdiri dan berjalan dalam kebutaannya untuk mendapatkan Yesus. Dengan dua hal itu saja, Anda sudah bisa diyakinkan bahwa Anda sedang meyakini sebuah ajaran indah dari Gereja yang satu, kudus, Katolik dan Apostolik, bahwa sesungguhnya iman bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan sebuah daya kekuatan yang selalu menggerakkan kita untuk bukan saja berteriak, ‘Tuhan, kasihanilah aku, tapi kita pun harus berdiri, berjuang berjalan kepada Yesus seperti Bartimeus.


Hal lain yang pantas direnungkan dalam bacaan Injil hari ini yakni banyak kali dalam doa-doa kita kecenderungan untuk memerintah daripada pasrah pada kehendak Tuhan kita lakukan. Lagi, pengalaman si buta Bartimeus dijadikan sebagai dasarnya; Bartimeus bilang; “Tuhan, aku ingin melihat.” Akan tetapi, orang lupa bahwa jawaban Bartimeus muncul sebagai reaksi atas permintaan Yesus; “Apa yang engkau mau aku perbuat untukmu?” Banyak orang tergoda untuk memanfaatkan “diamnya Tuhan” untuk berbicara banyak dan mengatur Tuhan mengikuti kehendak mereka, daripada berdiam diri bersama-Nya dan membiarkan Dia berbicara di kedalam hati mereka. Sta. Faustina, rasul kerahiman Ilahi mengingatkan kita akan hal ini ketika ia berbicara tentang sikap para imam tidak bisa menampakkan ketenangan di dalam hidup dan pelayanan mereka. Ia berkata; “Imam yang tak memiliki ketenangan, tidak akan mendatangkan ketenangan bagi jiwa yang meminta nasehat kepadanya. Hai para imam! Kamu seperti lilin yang bernyala, kamu yang memberi terang kepada jiwa-jiwa, semoga cahayamu tak pernah suram.”

Peringatan orang kudus ini hanya mau mengatakan bahwa “ketika kita banyak berbicara maka kita tidak akan pernah membiarkan Tuhan berbicara di dalam hati kita, atau kendatipun Ia berbicara maka kita tidak akan mampu mendengarkan Dia dengan baik.” Dengan kata lain, ketika kita banyak berbicara di dalam doa kita, maka kita akan membiarkan Tuhan diam seribu bahasa karena Ia harus merelakan Diri-Nya menjadi seorang pendengar setia dari kita yang sedang berbicara.

Oleh karena itu, bila Anda memiliki kesempatan hari ini untuk diam, maka baiklah datang ke hadirat Tuhan, menenangkan jiwa dan raga untuk membiarkan Tuhan berbicara kepadamu. Aku yakin bahwa bila pun Ia tidak bisa berbicara karena harus mendengarkan keluh kesahmu, maka Tuhan pun rela untuk menjadi pendengar ketika engkau sedang berbicara banyak hari ini kepada-Nya. Iya, banyak kali kita membuat Tuhan menjadi pendengar daripada pembicara. Dan sungguh sangat terpuji bahwa Tuhan pun mau menjadi pendengar bagimu.

dikutip dari renungan Facebook : Gereja Katolik

- Christ & Sylvia